Unknown  By Editorial Desk

Kelas Menengah Ramai-ramai Turun Kelas

14 April, 2025

Jutaan orang harus melepas statusnya sebagai kelas menengah, beralih menjadi “menuju kelas menengah” atau aspiring middle class.

Ilustrasi kantong kosong - Next Indonesia.jpg

Keterangan foto: Ilustrasi saku kosong

DOWNLOADS


cover next review next indonesia kelas menengah berguguran.jpeg

Kelas Menengah Berguguran

Download

NEXT Indonesia - Tahun 2024 boleh jadi peringatan dini bagi pemerintah, karena dua kelas penopang perekonomian, yakni kelas atas dan kelas menengah, jumlahnya mencapai titik terendah. Kemampuan belanja atau pengeluaran -biasanya menjadi gambaran jumlah pendapatan- per bulan rata-rata di atas Rp2 juta per orang. Jadi dengan asumsi satu keluarga ada empat orang, pendapatannya di atas Rp8 juta per bulan.

Kini, jumlah penduduk yang masuk dalam kelompok kelas atas dengan rata-rata pengeluaran per orang minimal sekitar Rp9,9 juta, terus menyusut dan menjadi yang terendah dalam empat tahun terakhir. Jumlah masyarakat kelas atas pada 2024 berkurang 3.587 orang dibandingkan tahun 2021. Lebih tragis lagi terjadi pada kelas menengah. Pada tahun lalu, jumlahnya merupakan yang terendah sejak 2016 atau dalam sembilan tahun terakhir.

Bahkan dalam periode lima tahun terakhir (2020-2024), jumlah kelas menengah lenyap sekitar 8,5 juta orang atau 1,7 juta per tahun. Mungkin ada secuil yang bergeser ke kelompok kelas atas, namun sebagian besar justru turun kelas, sehingga masuk dalam kelompok menuju kelas menengah atau aspiring middle class, kalau menggunakan istilah Bank Dunia.

Umumnya, kelas menengah kerap dipandang sebagai tulang punggung perekonomian suatu negara, tak terkecuali di Indonesia. Mereka berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi nasional melalui konsumsi dan investasi. Perlu dicatat, perekonomian Indonesia sebagian besar masih ditopang oleh konsumsi, yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024 kontribusinya mencapai 54 persen. Karena itu, semakin gemuk jumlah kelas menengah, potensi meningkatkan skala perekonomian nasional makin besar. 

Meski perannya krusial sebagai bantalan ekonomi negara, kelas menengah di Indonesia kerap hidup dalam situasi serba salah. Mereka dianggap berpenghasilan tinggi sehingga tidak layak mendapat bantuan pemerintah, tetapi kondisi perekonomian yang semakin berat membuatnya terus hidup dalam tekanan.

Kelas menengah, terutama yang berada di batas bawah (pengeluaran sedikit di atas Rp2 juta per bulan), menjadi rentan turun kelas. Guncangan ekonomi bisa membuat mereka terpeleset sedikit ke kelompok menuju kelas menengah, bahkan tak menutup kemungkinan juga untuk jatuh ke kelas rentan (vulnerable) ataupun miskin (poor).

Siapa Kelas Menengah Indonesia?

Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan kelas menengah (middle class) adalah penduduk dengan pengeluaran 3,5-17 kali garis kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan Indonesia pada Maret 2024 setara pengeluaran Rp582.932 per orang setiap bulan.

Tapi jika hitungannya per keluarga, yang lazim digunakan adalah dikalikan empat atau satu keluarga rata-rata setara empat orang. Rincian kelompok masyarakat berdasarkan pengeluaran ada di tabel bawah ini:

Teka-teki Penurunan Populasi Kelas Menengah

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun mempertegas potret penyusutan jumlah kelas menengah. Setelah mencapai puncaknya pada tahun 2018 dengan 59,5 juta orang, populasi kelas menengah lantas terus berkurang. Padahal, di saat pandemi Covid-19 yang marak pada 2020-2021, jumlahnya masih relatif bertahan hingga di atas 50 juta orang.

Tapi sejak 2022 , ketika memasuki fase proses pemulihan dari pandemi, populasinya jatuh di bawah 50 juta orang dan belum berhasil bertambah lagi hingga 2024. Jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia pada tahun lalu mencapai 47,9 juta jiwa atau 17,1 persen dari total penduduk, turun dari 48,3 juta jiwa pada tahun sebelumnya. Bahkan berkurang nyaris 20 persen dari jumlah kelas menengah saat 2018.

Memang ada kemungkinan warga kelas menengah tersebut berhasil naik ke kelas atas, tetapi data menunjukkan, kalaupun itu terjadi, jumlahnya relatif sedikit. Populasi kelas atas mencapai titik tertinggi pada 2015 dengan 1,7 juta jiwa (0,7 persen penduduk). Tetapi sejak 2017 tidak pernah lagi melebihi 0,5 persen dari total penduduk.

Pertumbuhan populasi warga menuju kelas menengah dan kelas rentan pada periode 2015-2024, menunjukkan sebagian besar kelas menengah yang hilang itu jatuh ke kelas di bawahnya. Ini jelas mengkhawatirkan, karena mengindikasikan terjadinya pelemahan daya beli. Mereka melakukan penyesuaian konsumsi, biasanya dengan mengurangi pengeluaran tersier.

Data BPS menunjukkan bahwa 41,7 persen dari pengeluaran kelas menengah habis untuk makanan, sementara 28,5 persen lainnya untuk biaya tempat tinggal. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasakti mengamini perilaku tersebut. Seperti dikutip Antara (30/8/2024), dia memaparkan bahwa konsumsi makanan kelas menengah secara tren mengalami peningkatan, tetapi pengeluaran untuk hiburan dan kendaraan turun.

Proporsi konsumsi pengeluaran kelas menengah dan menuju kelas menengah, menurut BPS, mencapai 81,49 persen dari total konsumsi masyarakat. Tak heran jika konsumsi kelas menengah menurun, kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi bakal melambat.

Ketika jumlah kelas menengah mencapai puncaknya pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,17 persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tumbuh 5,07 persen. Sementara, saat populasi kelas menengah berkurang, pertumbuhan ekonomi pada 2024 tercatat 5,03 persen, turun dari 5,05 persen pada tahun 2023.

Related Articles

blog image

Saling Silang Data Pekerja Migran

Perkembangan nominal remitansi mengisyaratkan bahwa sebagian besar pekerja migran berhasil mencapai tingkat ekonomi yang lebih baik.

Selengkapnya
blog image

Sumbangan Besar Pekerja Migran

Sepanjang 2024, sekitar 3,9 juta pekerja migran Indonesia mengirimkan dana ke kampung halaman sebesar Rp249 triliun.

Selengkapnya
blog image

Karakteristik Pekerja Komuter di Indonesia

Mayoritas pekerja komuter di Indonesia adalah laki-laki, bekerja di sektor formal dan berpendidikan tinggi.

Selengkapnya