Puluhan Triliun Subsidi Elpiji Salah Sasaran
21 Februari, 2025
Sekitar 56,0 persen atau setara dengan Rp41,6 triliun dana subsidi elpiji mengalir ke dapur-dapur rumah tangga yang tidak berhak.

Keterangan foto: Ilustrasi salah sasaran
NEXT Indonesia - Protes penyaluran elpiji (LPG: Liquified Petroleum Gas) ukuran 3 kilogram ikut mewarnai 100 hari masa kerja pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto. Gas rumah tangga bersubsidi yang lazim disebut sebagai gas melon itu tiba-tiba sulit dicari lantaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengubah sistem penyalurannya.
MOST POPULAR
Kegelisahan pemerintah sehingga ingin mengubah pola penyaluran elpiji memang bukan tanpa pangkal. Selama ini, produk bersubsidi itu banyak dinikmati oleh rumah tangga yang bukan dari keluarga miskin dan hampir miskin. Bahkan kelompok masyarakat terkaya, yakni yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dikelompokkan dalam desil 10, ikut menikmati.
Desil teratas versi BPS itu adalah kelompok 10 persen masyarakat dengan pengeluaran terbesar, yakni hingga mencapai Rp112 juta per bulan setiap orang. Tragisnya, sekitar 72,9 persen atau 6,5 juta di antara rumah tangga tajir itu menikmati elpiji bersubsidi. Padahal, gas melon disediakan hanya untuk masyarakat miskin dan hampir miskin.
Penyimpangan seperti itu terjadi bertahun-tahun. BPS bahkan memotretnya melalui survei sosial ekonomi nasional. Boleh jadi, soal inilah yang membuat Presiden Prabowo gusar seraya memerintahkan Menteri Energi ESDM Bahlil Lahadalia untuk melakukan reformasi subsidi elpiji agar lebih tepat sasaran. “Reformasi subsidi elpiji menjadi perhatian utama pemerintah,” aku Bahlil, usai bertemu dengan Presiden di Istana, awal Februari 2025.
Sejatinya, elpiji yang dikemas dalam gas melon atau ukuran 3 kg, hanya untuk masyarakat miskin dan hampir miskin. Dalam praktiknya, menurut hasil survei BPS yang dikeluarkan pada Maret 2023, ada sekitar 33,5 juta rumah tangga yang tak berhak justru ikut menikmati.
Mari hitung-hitungan singkat aliran subsidi elpiji yang ikut masuk ke dapur-dapur rumah tangga keluarga- keluarga itu. Pada 2023, Kementerian Keuangan mencatat realisasi subsidi elpiji senilai Rp74,3 triliun, dengan total penerima sekitar 59,9 juta rumah tangga. Dengan demikian, jatah subsidi elpiji setara dengan Rp1,2 juta per rumah tangga.
Sebanyak 33,5 juta rumah tangga yang tidak berhak namun mengonsumsi gas melon versi data BPS merupakan masyarakat di desil 6-10, yakni dengan pengeluaran Rp1,1-112 juta per kapita setiap bulan. Dengan demikian, total elpiji bersubsidi yang diserap keluarga tak berhak itu setara dengan Rp41,6 triliun atau 56,0 persen dari total subsidi elpiji yang dikucurkan oleh pemerintah.
Dalam bahasa Bank Dunia, mereka yang tidak pantas menerima subsidi elpiji tapi ikut menikmati itu adalah kelompok masyarakat: dari menuju kelas menengah, kelas menengah, hingga kelas. Inilah pekerjaan rumah pemerintah yang masih belum selesai, dan sudah sepatutnya diakhiri. Penyimpangan yang terus berulang dan semestinya tak perlu terjadi.
Mati Suri Tim Pengawas Elpiji
Aliran elpiji subsidi yang mengalir ke jutaan rumah tangga tak berhak semestinya masuk dalam radar pengawasan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sesuai Peraturan Menteri ESDM
Nomor 28 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG, ada tim yang khusus mengawasi, selain membina pendistribusian elpiji tertentu (bersubsidi).
Persisnya seperti ini:
- [Pasal 19A] Menteri melalui Direktur Jenderal membentuk tim dalam pelaksanaan proses penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG tertentu.
- [Pasal 32] Direktur Jenderal dapat membentuk Tim untuk melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyediaan dan pendistribusian LPG.
Hingga saat ini, nyaris tak terdengar suara dari tim pengawasan sesuai mandat regulasi tersebut.