Kelas Menengah Berlimpah Subsidi
17 November, 2025
Kelas menengah penerima terbesar berbagai subsidi menunjukkan aliran manfaat tidak tepat sasaran. Mulai energi, bansos, hingga insentif pajak.
Keterangan foto: Ilustrasi tangan memegang kartu subsidi.
Ringkasan
• Kelas menengah menjadi penerima terbesar subsidi energi dan bansos
Mayoritas rumah tangga kelas menengah menggunakan BBM bersubsidi dan gas melon. Banyak dari mereka juga tercatat menerima KKS, PKH, bantuan pangan, dan BLT Desa meski program itu ditujukan untuk masyarakat miskin.
• Akses kelas menengah terhadap subsidi keuangan jauh lebih luas
Mereka menikmati insentif pajak seperti PPh-DTP, PPN-DTP, dan fasilitas pajak untuk kendaraan hybrid serta SBN valas. Jenis manfaat ini tidak relevan bagi kelompok miskin sehingga otomatis memperbesar keistimewaan kelas menengah.
• Kebijakan kredit bersubsidi juga lebih mengalir ke kelas menengah
KUR banyak diterima pelaku usaha kelas menengah karena bank menilai kemampuan bayar mereka lebih aman. Hal ini menandakan desain kebijakan belum tepat sasaran dan masih menguntungkan kelompok berpendapatan lebih tinggi.
NEXT Indonesia Center - Hasil riset NEXT Indonesia Center menemukan bahwa kelas menengah di Indonesia menerima manfaat subsidi lebih banyak ketimbang masyarakat miskin dan hampir miskin. Subsidi yang dinikmati itu, dari yang seharusnya jatah masyarakat miskin dan hampir miskin hingga berupa insentif khusus.
MOST POPULAR
“Temuan riset tersebut sekaligus menepis anggapan yang berkembang bahwa kelas menengah kurang mendapat perhatian dari pemerintah,” ungkap Christiantoko, Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center di Jakarta (16/11/2025).
Dia mengungkapkan, kelas menengah merupakan kelompok masyarakat dengan pengeluaran 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan nasional, sesuai standar yang digunakan oleh Bank Dunia. Pada Maret 2025, garis kemiskinan sebesar Rp609.160 per kapita per bulan, sehingga pengeluaran kelas sekitar Rp2,1 juta hingga Rp10,4 juta per kapita per bulan.
Mengacu pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk kelas menengah sekitar 47,9 juta orang atau 14,9 juta rumah tangga. Dari jumlah itu, 91,87% rumah tangga kelas menengah menggunakan bensin, termasuk di dalamnya jenis Pertalite. “Bahan bakar yang dibeli itu digunakan untuk transportasi,” ujar Christiantoko.
Sementara keluarga miskin dan rentan miskin (pengeluaran 1,0-1,5 kali garis kemiskinan), hanya 79,54% yang menggunakan bensin untuk transportasi. Bahkan sebagian besar atau 89,27% masyarakat yang masuk dalam kelompok menuju kelas menengah atau aspiring middle class ikut mengonsumsi komoditas tersebut.
Christiantoko mengungkapkan, sumber energi bersubsidi lain yang dinikmati oleh kelas menengah adalah liquified petroleum gas (LPG) ukuran 3 kilogram atau populer disebut gas melon. Subsidi yang sebenarnya diperuntukkan bagi kelompok masyarakat kelas bawah, justru lebih banyak dinikmati oleh warga berpenghasilan jauh di atas mereka.
Sekitar 79,85% atau 11,9 juta dari 14,9 juta rumah tangga kelas menengah ikut mengonsumsi gas melon. Sedangkan kelompok masyarakat menuju kelas menengah yang menikmatinya ada sekitar 32 juta rumah tangga atau 87,46% dari total rumah tangga di kelompok masyarakat tersebut.
Tragisnya lagi, lanjutnya, masyarakat kelas menengah juga banyak yang menikmati bantuan sosial atau bansos reguler yang dikucurkan oleh pemerintah. Misalnya, yang termasuk dalam program itu adalah Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan pangan non-tunai dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa.
“Mestinya program ini diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan rentan miskin, tapi kelas menengah juga terima alirannya,” ujar Christiantoko.
Faktanya, mengacu pada data Susenas Maret 2024, sekitar 594 ribu rumah tangga kelas menengah menikmati KKS. Kemudian, ada 727 ribu yang menerima PKH, 1,2 juta dapat aliran bantuan pangan non-tunai, serta 399 ribu menerima BLT Dana Desa.
Insentif Khusus Kelas Menengah
Selain yang turut menikmati subsidi dan bantuan sosial yang sebenarnya khusus untuk masyarakat bawah, kelompok kelas menengah juga masih menerima subsidi keuangan yang disediakan oleh pemerintah. Misalnya, yang dikenal dengan istilah pajak ditanggung pemerintah atau DTP, seperti pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Sebagai contoh adalah pajak penjualan atas barang mewah untuk kendaraan jenis hybrid yang ditanggung oleh pemerintah, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2025.
Selain itu, ada subsidi untuk Surat Berharga Negara (SBN) valuta asing yang pajak penghasilannya ditanggung oleh pemerintah. “Tentu semua ini, baik kendaraan hybrid maupun SBN valas, bukan untuk konsumsi masyarakat bawah. Hanya kelas menengah yang dapat menikmatinya,” tegas Christiantoko.
Menurut catatan NEXT Indonesia Center, sepanjang tahun 2024, total belanja pemerintah untuk PPh-DTP mencapai Rp8,3 triliun. Sedangkan PPN-DTP sekitar Rp138 miliar.
Kelas menengah juga menikmati Kredit Usaha Rakyat (KUR). Christiantoko menegaskan, penerima manfaat jenis ini jelas bukan orang miskin maupun hampir miskin. “Selain karena mereka memiliki usaha, bank juga tetap memperhitungkan pengembalian kredit yang dikucurkan, walaupun sudah disubsidi oleh pemerintah,” tuturnya.