Kinerja Ekspor Bersih Tertinggi Dalam Lima Tahun Terakhir
05 November, 2025
Ekonomi Indonesia tumbuh 5,04% pada triwulan III-2025, didorong lonjakan ekspor 9,91% dan stabilnya konsumsi rumah tangga serta investasi.
Keterangan foto: Ilustrasi peti kemas berada di rel
Ringkasan
• Pertumbuhan Ekonomi Stabil Didukung Lonjakan Ekspor
Ekonomi Indonesia tumbuh 5,04% (yoy) pada triwulan III-2025, ditopang oleh ekspor barang dan jasa yang naik signifikan hingga 9,91%. Kinerja ekspor bersih mencapai 57,75%—tertinggi dalam lima tahun terakhir—menunjukkan daya saing ekspor Indonesia tetap kuat meski ada kenaikan tarif dari Amerika Serikat.
• Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi Menjaga Kestabilan PDB
Konsumsi rumah tangga tumbuh stabil 4,89% dengan kontribusi terbesar terhadap PDB sebesar 53,14%. Sementara itu, investasi (PMTB) juga tumbuh moderat 5,04%, menandakan daya beli dan kepercayaan pelaku usaha tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.
• Sektor Pertanian dan Jasa Jadi Motor Baru Pertumbuhan
Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian melonjak 4,93% dan menjadi kontributor kedua terbesar terhadap PDB, sementara sektor jasa pendidikan tumbuh paling tinggi mencapai 10,59%. Sebaliknya, sektor pertambangan mengalami kontraksi 1,98% akibat melemahnya harga komoditas global.
NEXT Indonesia Center - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2025 cukup stabil, yakni mencapai 5,04% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year, yoy). Pada periode triwulanan tersebut, pertumbuhan ekspor bersih mencapai 57,75%, tertinggi dalam lima tahun terakhir untuk periode yang sama, yaitu kuartal tiga.
MOST POPULAR
Untuk triwulan III-2025, seperti diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor barang dan jasa mencatat pertumbuhan tertinggi untuk Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran, yakni mencapai 9,91% (yoy). Menurut Christiantoko, kinerja ekspor yang positif ini sekaligus menepis kekhawatiran publik terkait dengan kenaikan tarif ekspor ke Amerika Serikat.
“Selama ini, akibat adanya tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika, ada kekhawatiran akan menekan kinerja ekspor Indonesia,” ungkap Christiantoko di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Menurut data BPS, ekspor Nonmigas Indonesia ke Amerika pada September 2025 justru tumbuh positif, yaitu 9,09% (yoy). Bahkan untuk Januari-September 2025, tumbuhnya mencapai 19,05%.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekspor pada triwulan III-2025 mencapai 9,91% (yoy) atau dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan impor hanya tumbuh 1,18%, sehingga terdapat selisih pertumbuhan sebesar 8,74%.
Tingginya pertumbuhan ekspor tersebut turut mendukung kinerja ekspor bersih, sehingga menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir atau sejak tahun 2020, yakni sekitar 57,75%. Pada kuartal III-2025, nilai ekspor bersih berdasarkan harga berlaku menurut data BPS, mencapai Rp210 triliun, sedangkan mengacu pada harga konstan sekitar Rp193 triliun.
Komponen PDB dari sisi pengeluaran lainnya, yakni konsumsi rumah tangga, tumbuh 4,89% (yoy), cenderung stabil dibandingkan kuartal II-2025 yang sebesar 4,97% (yoy). Kinerja konsumsi ini membuat perekonomian stabil, karena kontribusinya terhadap perekonomian nasional mencapai 53,14%. Sementara untuk investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), masih tumbuh sekitar 5,04%.
Dari sisi lapangan usaha, lonjakan terbesar terjadi pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang tumbuh 4,93% (yoy). Di kuartal sebelumnya, sektor tersebut hanya tumbuh 1,65%. Pada kuartal III-2025 ini, sektor pertanian menjadi kontributor terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dengan kontribusi 14,35%.
Sektor usaha yang berkontribusi terbesar terhadap PDB masih milik industri pengolahan, yakni 19,15%. Sektor tersebut tumbuh 5,54% (yoy). “Perkembangan ini memperlihatkan adanya gairah di sektor pertanian, sehingga tumbuhnya secara tahunan cukup tinggi, jauh melampaui kuartal sebelumnya,” ujar Christiantoko.
Pertumbuhan tertinggi dari sisi lapangan usaha terjadi pada sektor jasa pendidikan yang mencapai 10,59% (yoy). Selanjutnya adalah jasa perusahaan yang mencapai 9,94%, kemudian telekomunikasi dan komunikasi, yakni 9,65%.
Kendati demikian, ada satu lapangan usaha yang mengalami kontraksi alias menyusut, yakni pertambangan dan penggalian. Kinerja sektor ini menyusut atau tumbuh minus 1,98%, seiring dengan melemahnya harga-harga komoditas di pasar internasional.