Inilah Daftar Bank Penguasa Dana Masyarakat
14 Desember, 2025
4 bank besar KBMI 4 menguasai 53 persen DPK nasional. Dominasi likuiditas ini menopang kredit, namun menyimpan risiko sistemik bila tata kelola lemah.
Keterangan foto: Ilustrasi menabung di celengan.
Ringkasan
• Dominasi Empat Bank Besar
Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BCA menguasai 53,44 persen DPK nasional atau Rp4.985,2 triliun. Konsentrasi ini menegaskan dominasi likuiditas, sekaligus menyimpan risiko sistemik.
• DPK Tumbuh dan Kepercayaan Terjaga
DPK per September 2025 naik 10,38 persen menjadi Rp9.676,8 triliun. Kenaikan ini mencerminkan pendapatan masyarakat membaik dan kepercayaan pada perbankan tetap kuat.
• Spesialisasi Perkuat Konsentrasi
BCA unggul di tabungan, BRI memimpin deposito, dan Mandiri dominan di giro. Pola ini memperkuat posisi bank besar dan memusatkan DPK nasional.
NEXT Indonesia Center - Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2025 menunjukkan struktur simpanan masyarakat di perbankan Indonesia terpusat pada empat bank besar: Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BCA. Keempat bank yang masuk kategori KBMI 4 –kelompok bank dengan modal inti di atas Rp70 triliun– menguasai Dana Pihak Ketiga (DPK) sekitar Rp4.985,2 triliun, atau 53,44% dari total dana masyarakat yang masuk ke sistem perbankan nasional sebesar Rp9.329 triliun.
MOST POPULAR
“Angka tersebut menegaskan posisi mereka sebagai pemain dominan dalam likuiditas perbankan nasional. Namun, konsentrasi yang terlalu tinggi pada bank-bank besar juga bisa menimbulkan risiko sistemik jika tidak disertai tata kelola yang kuat,” ungkap Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center Christiantoko di Jakarta, Minggu (14/12/2025).
DPK adalah uang masyarakat yang disimpan di bank dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito berjangka. Dana ini menjadi sumber pendanaan utama bank untuk menyalurkan kredit dan menjaga likuiditas.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat simpanan tren pertumbuhan DPK yang positif, walaupun ada beberapa periode di tahun 2025 yang mengalami perlambatan. Total simpanan masyarakat di bank-bank nasional per September 2025 naik 10,38% secara tahunan (year on year, yoy) menjadi Rp9.676,8 triliun. Semua jenis simpanan tumbuh; giro meningkat 14,20%, tabungan 6,43%, dan deposito berjangka 10,39%.
Christiantoko menjelaskan, kinerja DPK pada September itu merupakan yang tertinggi sejak Juli 2021. Kondisi ini, katanya, memberikan sinyal terhadap dua hal. Pertama, pendapatan masyarakat membaik. Kedua, kepercayaan publik terhadap sistem perbankan masih cukup tinggi.
“Simpanan masyarakat yang tumbuh tertinggi dalam lima tahun terakhir itu membuka peluang bagi perbankan untuk menyalurkan kredit dengan suku bunga lebih rendah. Dengan begitu, roda ekonomi dapat berjalan lebih cepat,” ujarnya.
BCA Penguasa Tabungan Ritel
Bank Central Asia (BCA) tercatat sebagai bank dengan nilai tabungan terbesar. Berdasarkan laporan triwulanan OJK per Juni 2025, nilai tabungan yang dihimpun bank tersebut mencapai Rp587,5 triliun.
Capaian tersebut melampaui bank-bank pelat merah: Bank Rakyat Indonesia (BRI) menghimpun Rp554,7 triliun, Bank Mandiri Rp529,6 triliun, dan Bank Negara Indonesia (BNI) Rp265,1 triliun.
Inovasi teknologi yang dikembangkan BCA memang terbukti mendukung kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi melalui layanan digital. Produk tabungan Tahapan BCA, misalnya, didukung fasilitas autodebet untuk layanan pembayaran digital, kemudahan transfer antarrekening maupun antarbank, transfer ke akun virtual atau ke platform komersial hingga kemudahan pembukaan rekening secara online.
Bahkan ketika bank-bank lain sudah makin canggih mengembangkan layanan digital melalui aplikasi di gadget, BCA enggan menghapus layanan mobile banking untuk mengakomodasi nasabahnya yang sudah terlanjur loyal dan tak membutuhkan fitur yang canggih karena mobile banking dirasa sudah cukup memenuhi kebutuhan. Walau demikian, BCA tetap memiliki aplikasi myBCA untuk nasabah yang menginginkan fitur canggih sambil tetap mempertahankan KlikBCA dan m-BCA.
“Pertumbuhan dana tabungan BCA mencerminkan dinamika perilaku masyarakat yang semakin selektif memilih bank dengan layanan digital paling stabil. Hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh loyalitas, namun harus ditunjang oleh teknologi yang reliable sehingga nasabah merasa transaksi menjadi mudah tapi tetap aman,” ujar Christiantoko.
BRI Raja Deposito Berjangka
Jika BCA unggul di tabungan, BRI tetap tak tertandingi di instrumen simpanan jangka panjang. BRI menjadi raja deposito berjangka nasional dengan nilai mencapai Rp506,1 triliun per Juni 2025.
Dominasi BRI di deposito jauh meninggalkan bank-bank pesaing lainnya yang masuk KBMI 4. Bank Mandiri berada di posisi kedua dengan Rp314,8 triliun, BNI Rp243,8 triliun, dan BCA Rp192,9 triliun.
Kekuatan BRI ini didukung oleh basis nasabah yang luas dan loyal, termasuk segmen pensiunan, ASN, dan UMKM, serta strategi penghimpunan dana yang didukung jaringan masif Agen BRILink dan produk deposito fleksibel berbasis digital (e-deposito).
“Kekuatan BRI dalam menghimpun dana jangka panjang memberi ruang lebih besar untuk ekspansi kredit dan menjaga likuiditas. Namun, struktur pasar yang sangat terkonsentrasi juga menuntut pengawasan yang kuat agar risiko likuiditas dan stabilitas sistem tetap terkendali,” ungkap Christiantoko.
Bank Mandiri Dominasi Dana Giro
Sementara Bank Mandiri merupakan pemimpin pasar dalam penghimpunan dana giro. Pada Juni 2025, volume giro yang dikelola Mandiri tercatat mencapai Rp615,5 triliun. Tak heran, selama ini Mandiri memang berkonsentrasi untuk menyasar nasabah korporat yang lebih banyak menggunakan giro dalam bertransaksi.
BRI berada di posisi kedua dengan nilai giro Rp415,3 triliun. BCA menyusul dengan Rp382,5 triliun, sementara BNI mencatat Rp376,8 triliun. Struktur ini memperlihatkan jarak yang cukup lebar antara Mandiri dan para pesaing terdekat, terutama dalam kemampuan menarik transaksi korporasi dan institusi.
Dominasi Mandiri di giro, BRI di deposito, dan BCA di tabungan menunjukkan bagaimana masing-masing bank besar menguasai segmen utamanya. Peta ini sekaligus mencerminkan struktur DPK nasional yang semakin terpusat dan menjadi indikator penting bagi stabilitas sistem keuangan.