Dunia Maya Orang Dewasa
24 Februari, 2025
Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia menakjubkan. Dari sisi jumlah, Indonesia di urutan keempat negara pengakses internet terbanyak di dunia.
Keterangan foto: Ilustrasi orang berkepala ponsel yang penuh dengan notifikasi.
Ringkasan
• Pengguna Internet Indonesia Terus Meningkat Cepat
Jumlah pengguna internet di Indonesia melonjak dari 51 juta pada 2015 menjadi lebih dari 182 juta pada 2023. Pertumbuhan ini didorong oleh menjamurnya ponsel pintar murah dan kebutuhan masyarakat yang makin bergantung pada konektivitas digital dalam aktivitas sehari-hari.
• Bonus Demografi Dorong Potensi Digital
Mayoritas pengguna internet berasal dari kelompok usia produktif, terutama Gen Z dan Milenial. Dengan penduduk usia produktif mencapai 67,5% dari total populasi, Indonesia memiliki peluang besar mengembangkan ekonomi digital, asalkan pemerataan akses dan infrastruktur internet terus ditingkatkan.
• Tantangan Infrastruktur dan Kesenjangan Akses
Penetrasi fixed broadband masih rendah, hanya menjangkau 21% rumah tangga, dan kecepatannya pun tertinggal di peringkat 121 dunia. Jika infrastruktur digital dan literasi masyarakat bisa diperbaiki, nilai ekonomi digital Indonesia berpotensi mencapai US$330 miliar pada 2030.
MOST POPULAR
NEXT Indonesia Center - Nyaris tiada hari tanpa internet. Akses dunia maya tersebut mempermudah dan mengubah cara manusia menjalankan kegiatan sehari-hari.
Segala hal positif dan keuntungan yang bisa didapat dari keterhubungan dengan internet membuat para pemangku kepentingan terus berupaya membuka aksesnya bagi seluruh warga, termasuk mereka yang tinggal jauh di pelosok. Internet pun seperti bermutasi menjadi candu bagi kebanyakan masyarakat: hilang koneksi membuatnya gelisah.
Tak heran jika di Indonesia, jumlah penggunanya terus bertambah cepat. Pada tahun 2015, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang terungkap melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), baru 51 juta penduduk Indonesia yang terhubung dengan dunia maya. Angka tersebut membengkak menjadi lebih dari 182 juta pada 2023, naik lebih dari 3 kali lipat hanya dalam sewindu.
Kenaikan pengakses internet tersebut sejalan dengan meningkatnya warga yang menggunakan telepon selular (ponsel) pintar. Menjamurnya ponsel pintar berharga terjangkau mendorong meningkatnya kepemilikan. Saat ini dua dari tiga orang Indonesia memiliki ponsel.
Rasio pengguna internet pun semakin tinggi, mencapai 65,9 persen dari total penduduk pada tahun 2023.
Secara global, mengutip World Population Review, jumlah pengguna internet di Indonesia memang masuk dalam jajaran empat besar. Hanya di bawah Cina (1,1 miliar pengguna), India (881,3 juta), dan Amerika Serikat (311,3 juta). Sementara total pengguna internet di dunia diperkirakan telah mencapai 5,5 miliar pada tahun 2024.
Namun rasio pengguna internet terhadap jumlah penduduk Indonesia, 65,9 persen, masih terbilang rendah. Bahkan tidak masuk 10 besar dunia. Inggris memimpin dengan tingkat penetrasi internet 98 persen.
Dengan demikian, potensi untuk meningkatkan jumlah pengguna internet terbilang besar jika para pemangku kepentingan terus menggencarkan penetrasinya hingga ke pelosok Nusantara. Apalagi populasi Indonesia tengah berada pada fase “bonus demografi”.
Membedah Struktur Demografi
Bonus demografi terjadi saat jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari penduduk usia non-produktif. Kondisi ini menjadi peluang bagi negara untuk mendukung kinerja perekonomian mengingat banyaknya warga yang masih aktif bekerja.
Usia produktif penduduk Indonesia, berdasarkan definisi Badan Pusat Statistik (BPS), berada pada rentang 15-64 tahun. Populasi golongan ini mencapai 187,2 juta jiwa, atau 67,5 persen dari total penduduk.
Penduduk dalam kelompok usia tersebut pada umumnya masih aktif di sekolah lanjutan tingkat atas, kuliah, dan/atau produktif bekerja. Mayoritas dari mereka telah terbiasa menggunakan internet, rajin bersosialisasi melalui media sosial, serta melongok beragam tawaran e-commerce.
Hasil Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dirilis pada Februari 2024, menemukan bahwa tiga besar pengakses internet adalah kelompok usia produktif. Gen Z (kelahiran 1997-2012) memimpin dengan porsi 34,4 persen, Milenial (1981-1996) menyusul dengan 30,6 persen, lantas Gen X (1965-1980) dengan 18,9 persen.
NEXT Indonesia Center melakukan simulasi untuk memperkirakan pertumbuhan penduduk di Indonesia dan menemukan bahwa penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya pada tahun 2029. Populasinya diperkirakan 196,9 juta jiwa pada tahun tersebut atau 66,5 persen dari total penduduk.
Saat ini, sebagian besar penduduk usia produktif (58 persen) bermukim di daerah perkotaan, sisanya di perdesaan. Hasil simulasi NEXT Indonesia Center menemukan komposisi tersebut diprediksi tak berubah signifikan hingga tahun 2029.
Jadi, peluang tumbuhnya pengguna internet dan gawai elektronik terbilang besar, setidaknya hingga lima tahun ke depan.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyadari potensi tersebut dan tengah mencari jalan untuk meningkatkan penetrasi internet. Salah satu cara yang akan segera dilakukan adalah memperluas jaringan tetap telekomunikasi via kabel atau fixed broadband.
Data Komdigi menunjukkan layanan fixed broadband baru tersambung ke 21,31 persen dari sekitar 69 juta rumah tangga di Indonesia. Masih terbilang kecil dan pertumbuhannya relatif stagnan.
Penyebabnya adalah mahalnya biaya berlangganan layanan fixed broadband, bahkan bila dibandingkan paket data selular. Biaya langganan fixed broadband terendah bisa mencapai Rp150.000 per bulan sementara ada yang menawarkan paket data selular seharga hanya Rp9.000 untuk penggunaan sepekan.
Selain itu, kecepatan transfer data fixed broadband di Indonesia masih amat rendah. Rata-rata hanya mencapai 32,07 Mbps, menempati peringkat ke-121 dalam daftar Speedtest Global Index. Jauh bila dibandingkan dengan Singapura yang menempati peringkat pertama dengan 330,98 Mbps -- bahkan hanya menempati peringkat ke-9 di Asia Tenggara, lebih lambat dari Laos dan Kamboja.
Bisa dikatakan bahwa untuk urusan kecepatan internet, Indonesia masih termasuk negara “tertinggal”.
Internet Cepat untuk Apa?
Terwujudnya infrastruktur internet yang lebih baik, cepat, dan merata, akan membantu kehidupan yang saat ini semakin tergantung kepada teknologi digital. Saat pandemi Covid-19 melanda di semester pertama 2020 yang membatasi gerak manusia jadi saksi.
Semakin banyak masyarakat yang mulai memahami bahwa fungsi internet bukan sekadar untuk berbincang dengan kerabat. Bahkan WFH (work from home), SFH (school from home), hingga binge watching (maraton nonton) menjadi frasa populer baru dalam kehidupan.
Hasil survei BPS yang memotret perilaku pengguna internet mengungkapkan bahwa pemanfaatannya untuk mengakses hiburan, seperti menonton film dan mendengarkan musik, masih menjadi yang terbesar. Data menunjukkan lebih dari 80% pengguna internet di Indonesia memanfaatkannya untuk itu.
Berselancar di media sosial ada di urutan kedua, disusul menonton berita dan pencarian informasi barang dan jasa.
Penggunaan untuk produksi konten digital tampak berkembang pesat, naik nyaris empat kali lipat hanya dalam setahun. Peluang untuk mendapatkan uang dari tayangan konten digital menjadi pemicu. Kegiatan ini menjadi cara alternatif untuk mendapatkan penghasilan di tengah sulitnya lapangan pekerjaan formal.
Selain konten, penggunaan internet untuk pembelian dan penjualan barang/jasa secara daring (online) juga tumbuh. Internet mempermudah proses penjualan, pencarian, dan pembelian barang/jasa. Penjual dan pembeli bisa berkomunikasi dan bernegosiasi langsung tanpa terkendala jarak, bahkan waktu.
Penjual bisa memangkas biaya sewa kios dan mengurangi jumlah pegawai, sementara pembeli tak perlu repot meluangkan waktu untuk berjalan mencari toko dan produk yang dibutuhkan.
Perdagangan digital (e-commerce) dan pasar digital (marketplace) pun menjamur.
Melek Internet di Daerah Padat Usia Dewasa
Mengacu pada data BPS, NEXT Indonesia Center menemukan, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, Kabupaten Bogor menjadi daerah dengan jumlah penduduk usia dewasa (16 tahun ke atas) terbanyak. Pengakses internet dari daerah ini pun menjadi yang tertinggi, sekitar 71 persen dari 6,2 juta penduduk.
Oleh karena itu wajar bila pebelanja online paling banyak bermukim di Kabupaten Bogor, dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa. Konsumen asal Kota Bekasi dan Kota Jakarta Timur melengkapi tiga besar daerah dengan pebelanja online terbanyak.
Sementara pebisnis online paling banyak tumbuh di Kota Depok, Jawa Barat. Ada 198 ribu warga usia dewasa di Depok yang mengais rezeki melalui perdagangan dengan membuka lapak di dunia maya.
Pedagang dari Kota Bekasi menempati peringkat kedua, disusul Kota Bandung, daerah yang sudah lama terkenal dengan produk-produk industri kreatifnya.
Dari data yang tersaji tampak ada gap yang cukup jauh antara porsi mereka yang terlibat dalam perdagangan online, baik sebagai penjual maupun pembeli, dengan jumlah pengakses internet dan populasi secara keseluruhan. Berarti, masih banyak ruang untuk mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi digital.
Kementerian Perdagangan dalam laporan “Perdagangan Digital (e-Commerce) Indonesia 2023” memprediksikan pengguna e-commerce akan terus naik hingga 99,1 juta orang pada 2029.
Lantas, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM memprediksi nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun ini bisa mencapai US$130 miliar (Rp2.127 triliun) kemudian naik menjadi US$330 miliar (Rp5.400 triliun) pada 2030.
Prediksi tersebut bisa terwujud apabila infrastruktur digital yang mumpuni tersebar merata ke seluruh penjuru Tanah Air dan didukung meningkatnya literasi digital masyarakat.