Peta Perdagangan Elektronik Indonesia
28 Juli, 2025
Penetrasi internet perlu terus dilanjutkan untuk mendorong pertumbuhan e-commerce di Indonesia, yang dapat membantu perekonomian nasional.
Keterangan foto: Ilsutrasi transaksi online saling terhubung.
Ringkasan
• Ledakan Transformasi Digital dan Internetisasi
Dalam satu dekade terakhir, penetrasi internet Indonesia melonjak dari 20% (2015) menjadi 69,43% (2024), didorong oleh pembangunan infrastruktur seperti Palapa Ring, meluasnya jaringan 4G–5G, serta perangkat dan paket data yang makin terjangkau.
• E-commerce Jadi Tulang Punggung Ekonomi Digital
Jumlah pedagang e-commerce naik 63,83% dan pembeli meningkat 189,25% (2019–2024), dengan GMV e-commerce tumbuh dari US$59 miliar (2023) menjadi US$65 miliar (2024). Yogyakarta menonjol sebagai kota pedagang online paling produktif, sementara Depok sebagai pembeli paling aktif.
• Tantangan Kesenjangan Digital dan Keamanan Siber
Meski prospeknya cerah, e-commerce Indonesia masih menghadapi tantangan berupa ketimpangan akses antara kota dan desa, isu keamanan data, dan kebutuhan inovasi berkelanjutan agar tetap kompetitif di pasar digital Asia Tenggara.
NEXT Indonesia Center - Indonesia telah mengalami transformasi digital yang sangat kencang dalam 10 tahun terakhir, didorong oleh peningkatan pesat penetrasi internet dan pertumbuhan eksplosif sektor e-commerce. Fenomena ini tidak hanya mengubah cara masyarakat berinteraksi dan mengakses informasi, tetapi juga secara fundamental membentuk ulang lanskap ekonomi nasional khususnya di bidang konsumsi.
MOST POPULAR
Dalam kurun waktu 2015 hingga 2024, penetrasi internet di Indonesia telah menunjukkan lonjakan menakjubkan. Pada awal dekade, angka penetrasi masih sekitar 20,03% dari total populasi, kemudian di akhir dekade atau tahun lalu menjadi 69,43%.
Memang banyak faktor yang mendorong percepatan itu. Pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang lebih merata (terutama jaringan 4G dan kini 5G) semakin membuka akses masyarakat masuk ke dunia digital. Apalagi, didukung oleh harga perangkat seluler yang semakin terjangkau dan paket data yang kompetitif, akses internet makin lumrah bagi masyarakat.
Pemerintah melalui beragam program seperti Palapa Ring berperan penting dalam menyediakan tulang punggung jaringan serat optik yang menghubungkan berbagai wilayah di Indonesia, termasuk daerah- daerah terpencil. Selain itu, inovasi teknologi seluler dan persaingan antar penyedia layanan internet juga turut mendorong ketersediaan akses yang lebih cepat dan stabil.
Pada tahun 2015, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan baru 51,1 juta penduduk Indonesia yang terhubung dengan dunia maya. Angka tersebut membengkak menjadi 193,9 juta pada 2024, naik nyaris empat kali lipat hanya dalam satu dekade.
Mayoritas pengguna internet di Indonesia mengaksesnya melalui perangkat seluler (ponsel dan tablet). DataReportal, sebuah situs web yang menyediakan data, wawasan, dan tren digital serta perilaku online, dalam laporan bertajuk “Digital 2025: Global Overview” memaparkan ada 356 juta perangkat seluler yang aktif di Indonesia. Jumlah itu setara dengan 125% dari total populasi. Dengan demikian, tak sedikit penduduk yang menggunakan dua perangkat telekomunikasi.
Akan tetapi, tidak semua perangkat itu dipakai untuk berselancar di dunia maya. Masih ada yang menggunakannya hanya untuk menelepon dan berkirim pesan singkat (SMS).
Peningkatan penetrasi internet ini menjadi fondasi utama bagi perkembangan sektor digital lainnya, termasuk e-commerce (perdagangan elektronik). Meski survei Susenas Maret 2024 menunjukkan sebagian besar pengguna internet di Indonesia menggunakannya untuk mengakses sarana hiburan (86%) serta media sosial (75%) dan informasi/berita (75%), pemanfaatannya sebagai sarana transaksi dagang semakin meningkat.
Jumlah warga yang bertransaksi dagang memanfaatkan platform e-commerce, terutama lokapasar (marketplace), semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, baik sebagai pembeli maupun pedagang. Pada periode 2019-2024 jumlah pedagang via e-commerce naik 63,83% sementara jumlah pembeli melonjak secara eksponensial, 189,25%.
Dari sekadar platform jual-beli online sederhana, kini e-commerce telah berkembang menjadi ekosistem yang kompleks dengan berbagai pemain dan model bisnis. Pada awal dekade, beberapa pemain lokal dan regional mulai mendominasi pasar, menawarkan berbagai produk mulai dari mode hingga elektronik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pasar e-commerce Indonesia telah menyaksikan investasi besar dari pemain global, serta kemunculan platform-platform baru dengan fokus pada segmen pasar tertentu.
Sektor e-commerce tidak hanya didominasi oleh raksasa marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dan Lazada, tetapi juga diramaikan oleh pertumbuhan cepat di segmen lain seperti social commerce (jual beli melalui media sosial) dan quick commerce (pengiriman barang instan). Peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam ekosistem e-commerce juga semakin sentral, dengan banyak platform yang menyediakan fitur dan dukungan khusus bagi pelaku usaha kecil untuk go digital.
Publikasi NEXT Indonesia Center kali ini akan membahas mengenai beberapa hal yang terkait dengan perkembangan e-commerce di dalam negeri. Kita akan lihat peta perdagangan digital di daerah- daerah, kaitan karakteristik sosial ekonomi masyarakat dengan e-commerce, serta bagaimana pentingnya pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan kehidupan digital.
Pembeli Ramai di Depok Pedagang Subur di Yogyakarta
Pertumbuhan populasi, bonus demografi, dan penetrasi internet berkonspirasi untuk membuat Indonesia tumbuh menjadi pasar yang berpotensi besar dalam dunia e-commerce. Laporan “e-Conomy SEA 2024”1 menunjukkan grass mechandise value (GMV)2 keseluruhan ekonomi digital Indonesia tumbuh 13% secara tahunan (year-on-year, yoy) dari US$80 miliar pada 2023 menjadi US$90 miliar pada 2024. Pada periode yang sama, GMV ekonomi digital Asia Tenggara tumbuh 15%, menjadi US$263 miliar.
1. Laporan yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company ini diterbitkan secara tahunan untuk memantau dan menganalisis perkembangan ekonomi digital di Asia Tenggara.
2. GMV adalah total nilai barang atau jasa yang terjual melalui suatu platform atau marketplace dalam periode waktu tertentu. GMV mencakup pesanan yang dibatalkan, retur, dan komisi—pada dasarnya segala sesuatu yang intrinsik terhadap produk itu sendiri. Biaya pengiriman, pajak, dan elemen lain yang tidak secara langsung berkontribusi terhadap pertumbuhan finansial perusahaan tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan GMV.
Sementara GMV e-commerce di Indonesia tumbuh 11% (yoy), dari US$59 miliar pada 2023 menjadi US$65 miliar tahun lalu. Laporan tersebut juga memprediksi e-commerce Indonesia akan terus tumbuh dengan perkiraan GMV e-commerce akan mencapai US$150 miliar pada tahun 2030.
Pertumbuhan GMV tersebut menunjukkan semakin banyaknya warga Indonesia yang terlibat dalam perdagangan elektronik, baik sebagai penjual maupun pembeli. Larangan interaksi langsung antar- manusia saat pandemi Covid-19 melanda, yakni sekitar 2020-2022, turut melesatkan pertumbuhan e-commerce di Tanah Air. Berkurangnya biaya sewa toko dan jumlah pegawai yang diperlukan saat berdagang via internet membuat semakin banyak warga yang mengadu nasib melalui sistem perdagangan elektronik ini.
Bagi para pembelanja, transaksi melalui internet juga bisa membuat kehidupan menjadi semakin mudah. Mereka tak perlu mengeluarkan tenaga dan dana untuk mengunjungi toko guna membeli barang yang dibutuhkan. Cukup membuka gawai elektronik—bisa ponsel, tablet, maupun laptop—dan duduk nyaman sembari mencari produk yang dibutuhkan.
Perkembangan itu juga terlihat dari data survei sosial ekonomi nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Pada 2019 baru 20,8 juta penduduk melakukan transaksi perdagangan elektronik. Tapi di tahun 2024, yang jual-beli menggunakan internet naik 153,68%, menjadi 52,8 juta penduduk.
Dari sisi wilayah, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi kota dengan persentase penduduk paling produktif memanfaatkan internet, yakni untuk berjualan. Kota ini ada di peringkat teratas dibandingkan kota atau kabupaten lain di seluruh Indonesia.
Di Yogyakarta, sekitar 44,2 ribu penduduk, atau 9,61% dari sekitar 459,8 ribu warga, aktif berdagang via internet. Kabupaten Sleman ada di peringkat kedua dengan 9,59% dari 1,3 juta penduduk, atau sekitar 126 ribu orang mencari peruntungan bisnis melalui e-commerce.
Provinsi DI Yogyakarta dikenal sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan di Indonesia. Identitas ini menarik banyak mahasiswa, seniman, desainer, dan inovator untuk bermukim. Secara alami, situasi itu mendorong munculnya usaha-usaha kreatif dan UMKM yang sangat cocok untuk berdagang secara online, seperti produk kerajinan, mode, makanan/minuman inovatif, hingga jasa digital.
Keberadaan sejumlah perguruan tinggi ternama juga menciptakan talent pool yang melek digital dan berpotensi menjadi pelaku e-commerce. Mereka tidak hanya sebagai penjual produk, tetapi juga penyedia jasa digital.
Ketersebaran daerah dengan porsi penjual online yang tinggi itu juga menggembirakan. Artinya, penetrasi internet dan masyarakat berjiwa wirausaha tidak terkonsentrasi di satu daerah saja (baca: Pulau Jawa). Hal ini tentu berpotensi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan kesejahteraan.
Data BPS tahun 2024 juga menunjukkan bahwa wilayah pedagang e-commerce memiliki persentase pengangguran terbuka yang lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional. Begitu pun dengan rasio ketergantungan atau dependency ratio atau ketergantungan usia tidak produktif (di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun) rendah.
Dari sisi ekonomi, rata-rata pengeluaran per kapitanya lebih tinggi dari angka nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk di wilayah tersebut memiliki daya beli yang cukup. Bahkan tingkat kemiskinannya pun lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional.
Dengan demikian, ada pasar lokal yang kuat untuk mendukung produk yang disajikan para pedagang e-commerce. Selain itu, kondisi ekonomi yang lebih stabil memungkinkan individu untuk mengambil risiko kewirausahaan dan berinvestasi dalam bisnis online.
Daerah-daerah tersebut juga mencatatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang lebih tinggi dari angka nasional. IPM yang tinggi menunjukkan bahwa suatu wilayah telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam pembangunan manusia, yang tercermin dari kualitas hidup yang baik, dengan indikator-indikator seperti umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar hidup yang layak.
Kombinasi antara lingkungan yang kondusif bagi inovasi dan kreativitas, infrastruktur digital yang memadai, tingginya literasi digital masyarakat, serta dukungan ekosistem kewirausahaan mendorong pertumbuhan pedagang online yang produktif di wilayah tersebut.
Sekarang mari simak kabupaten/kota mana dengan persentase pembelanja via internet tertinggi. Kota Depok, Jawa Barat, menempati posisi teratas. Di daerah itu, 940 ribu dari 2,7 juta penduduknya, atau 35,12%, lebih memilih untuk berbelanja secara online.
Tak hanya Depok, tiga daerah lain di Jawa Barat masuk dalam daftar 10 besar ini. Ada Kota Bekasi (34,98%), Kota Sukabumi (34,25%), dan Kota Cimahi (30,71%).
Kota-kota di Jawa Barat, khususnya yang berdekatan dengan Jakarta—seperti Depok dan Bekasi—memiliki populasi yang sangat padat. Kepadatan penduduk yang tinggi mengisyaratkan ada potensi pasar yang besar. Semakin banyak penduduk, semakin tinggi pula potensi pembeli online. Porsi penduduk yang telah terpapar internet di empat kota di Jawa Barat itu juga terbilang tinggi, lebih dari 85% di setiap kota kecuali Kota Sukabumi (78%).
Uniknya, daerah-daerah yang paling konsumtif berbelanja lewat e-commerce, umumnya memiliki tingkat pengangguran terbuka lebih tinggi dari rata-rata nasional. Kendati demikian, indikator sosial lainnya memang lebih baik.
Tingginya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan rata-rata lama sekolah di wilayah-wilayah ini menunjukkan tingkat pendidikan dan literasi digital yang baik. Masyarakat di kota-kota ini lebih terbiasa menggunakan perangkat digital dan aplikasi online untuk berbagai keperluan, termasuk belanja. Mereka cenderung lebih terbuka terhadap inovasi dan kenyamanan yang ditawarkan oleh e-commerce.
Dari sisi ekonomi, wilayah-wilayah dengan persentase pembeli online yang tinggi ini memiliki rata-rata pengeluaran per kapita yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Kondisi ini mengisyaratkan mereka memiliki pendapatan yang cukup untuk berbelanja, termasuk untuk barang-barang yang tidak esensial yang kerap ditemukan di marketplace.
Apalagi, penduduk di daerah yang paling rajin belanja e-comerce ini, tampaknya sudah selesai dengan urusan kebutuhan makanan. Hal ini bisa dilihat dari rasio belanja makanan terhadap total pengeluarannya yang secara umum berada di bawah 50%. Padahal, rata-rata nasional, masyarakat Indonesia lebih banyak menggunakan pengeluarannya, yakni 56,59%, untuk kebutuhan belanja makanan.
Perpaduan antara populasi yang besar dan berdaya beli tinggi, infrastruktur digital yang solid, tingkat literasi digital yang tinggi, serta gaya hidup perkotaan yang serba cepat menjadikan kota-kota dalam daftar di atas menjadi pasar konsumen e-commerce yang sangat aktif.
Daerah-daerah dengan porsi penjual dan pembeli produk via e-commerce yang tinggi tersebut juga didukung dengan infrastruktur digital yang solid. Penetrasi internet di seluruh daerah itu telah mencapai 100%, tidak ada blank spot hingga ke pelosok desa.
Daerah Sejahtera, Transaksi Internet Meningkat
Hasil analisis sederhana NEXT Indonesia Center terhadap data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, ditemukan adanya korelasi positif antara rata- rata tingkat pengeluaran per kapita per bulan dengan porsi penduduk yang bertransaksi e-commerce. Artinya, semakin tinggi pengeluaran, semakin tinggi pula tingkat transaksi warga daerah tersebut di dunia maya.
Walaupun begitu, kerumunan penduduk yang bertransaksi di e-commerce cenderung ada di kelompok pengeluaran Rp1-2 juta per kapita. Semakin tinggi pendapatan penduduknya, terbukti semakin rajin mengunjungi toko e-commerce.
Sementara, ketersediaan infrastruktur internet juga berpengaruh besar terhadap minat masyarakat untuk bertransaksi dagang via online. Data menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah desa di sebuah kabupaten/kota yang sulit sinyal, semakin sedikit transaksi e-commerce berlangsung di daerah tersebut. Sebaliknya, e-commerce akan berkembang di wilayah dengan tingkat penetrasi internet tinggi.
Prospek Cerah, Tapi Kualitas Infrastruktur Belum Maksimal
Pertumbuhan transaksi melalui platform e-commerce di Indonesia memang mengesankan. Kendati demikian, sektor internet dan perdagangan secara online itu masih menghadapi beberapa tantangan.
Kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan perdesaan masih ada, terutama dalam hal kualitas dan kecepatan akses internet. Keamanan siber dan perlindungan data pribadi juga menjadi isu krusial yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Selain itu, persaingan yang ketat di pasar e-commerce menuntut inovasi berkelanjutan dan efisiensi operasional.
Namun, prospek masa depan industri ini tetap cerah. Dengan bonus demografi, terus berlanjutnya pembangunan infrastruktur digital, serta meningkatnya literasi digital masyarakat, Indonesia diproyeksikan akan terus menjadi salah satu pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Konsolidasi pasar, fokus pada keberlanjutan, dan pengembangan teknologi baru seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence, AI) dan Web33 diperkirakan akan menjadi tren utama yang membentuk lanskap e-commerce dan internet di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.
3. Web3 adalah istilah untuk generasi ketiga internet yang berfokus pada desentralisasi, memungkinkan pengguna memiliki kontrol lebih besar atas data dan berinteraksi langsung tanpa perantara.
Kementerian Perdagangan dalam laporan “Perdagangan Digital (e-Commerce) Indonesia 2023” memprediksikan pengguna e-commerce akan terus naik hingga 99,1 juta orang pada 2029. Sementara, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM memprediksi nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 bisa mencapai US$130 miliar, kemudian naik menjadi US$330 miliar pada 2030. Prediksi-prediksi tersebut bisa terwujud apabila infrastruktur digital yang mumpuni tersebar merata ke seluruh penjuru Tanah Air dan didukung meningkatnya literasi digital masyarakat.