lnvestasi untuk Pertumbuhan Ekonomi
26 November, 2025
Investasi fisik yang bersifat forward-looking, terarah, dan bernilai besar di berbagai daerah dapat menyokong ambisi pertumbuhan ekonomi nasional 8%.
Keterangan foto: Ilustrasi gedung-gedung bertingkat.
Ringkasan
• Target pertumbuhan ekonomi 8 persen membutuhkan lonjakan investasi besar
Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 8 persen pada 2029. Angka ini hanya mungkin jika investasi tumbuh jauh lebih cepat dari kondisi sekarang. Data BPS menunjukkan kontribusi investasi melalui PMTB adalah pendorong utama PDB. Tanpa kenaikan signifikan pada PMTB setiap tahun, target ini akan sulit tercapai. Anda perlu melihat bahwa pertumbuhan tinggi tidak dapat bergantung pada konsumsi rumah tangga saja. Mesin ekonomi harus bergeser ke arah investasi produktif.
• Hambatan struktural masih mengganggu minat investor
Investor menilai risiko berbisnis di Indonesia masih tinggi. Kepastian kebijakan sering berubah sehingga menimbulkan ketidakpastian kalkulasi bisnis. Proses perizinan masih lambat di level daerah meskipun ada OSS. Infrastruktur logistik dan energi belum merata sehingga biaya produksi lebih mahal dibanding negara pesaing seperti Vietnam dan Malaysia. Kondisi ini menghambat arus modal masuk. Jika masalah inti ini tidak diselesaikan, ekspektasi lonjakan investasi hanya menjadi narasi politik.
• Reformasi investasi harus terasa nyata di lapangan
Pemerintah perlu mengeksekusi reformasi struktural yang terukur. Percepatan perizinan di daerah, konsistensi regulasi lintas kementerian, serta insentif fiskal untuk sektor strategis harus menjadi prioritas. Proyek strategis nasional perlu dipercepat agar memberi sinyal positif kepada investor. Anda harus kritis. Target besar tanpa langkah konkret hanya menciptakan ekspektasi tanpa hasil. Pertumbuhan 8 persen akan realistis jika transformasi kebijakan benar benar dijalankan dan bukan sekadar rencana.
MOST POPULAR
NEXT Indonesia Center - Pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan merata. Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi nasional dapat mencapai 8% paling lambat pada tahun 2029, saat masa jabatan periode pertamanya berakhir.
Untuk meraihnya, pemerintah menekankan perlunya lompatan investasi sebagai penggerak utama ekonomi. Dalam konteks ini, komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi fisik dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), menjadi fokus strategis.
PMTB menggambarkan penambahan aset tetap seperti bangunan, mesin, infrastruktur, dan peralatan produksi yang digunakan lebih dari satu periode. Jadi, PMTB merupakan pengeluaran untuk barang modal yang memiliki umur penggunaan lebih dari satu tahun dan digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa.
Indikator itu punya taji berbeda dengan konsumsi yang berdampak jangka pendek. PMTB bersifat forward-looking, karena meningkatkan kapasitas produksi dan produktivitas jangka panjang. Komponen ini dipandang sebagai penentu utama pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah.
Peran penting PMTB juga tampak pada kuartal III-2025. Perekonomian nasional tumbuh 5,04% secara tahunan (year-on-year, yoy) dengan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) dan PMTB sebagai kontributor utama. PMTB berkontribusi 29,09% terhadap PDB, sementara PK-RT ada di posisi teratas dengan 53,14%. Porsi kontribusi PMTB tersebut meningkat dari 27,83% terhadap PDB pada kuartal sebelumnya.
Kenaikan kontribusi PMTB memberi sinyal positif bagi ekonomi Indonesia yang selama ini amat tergantung pada konsumsi rumah tangga. Sumbangsih PMTB perlu ditingkatkan, idealnya hingga lebih dari 35% agar Indonesia dapat memasuki fase industrialisasi lanjutan dan infrastruktur modern, yang pada akhirnya mewujudkan ambisi pertumbuhan 8%.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga telah menyuarakan betapa pentingnya realisasi investasi yang lebih tinggi secara keberlanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Purbaya juga menegaskan perlunya reformasi transfer anggaran pusat ke daerah (TKD) dan tata kelolanya agar lebih produktif. Menkeu, dikutip detik.com, yakin bila penggunaan dana di daerah lebih cepat dan tepat, investasi akan mengalir dan ekonomi daerah semakin tangguh.
Selain Menkeu, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu juga menggarisbawahi pentingnya peran investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam acara diskusi ekonomi bertajuk satu tahun pemerintahan Prabowo- Gibran, Kamis (16/10/2025), Mari menegaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan 8% tidak ada jalan lain kecuali melalui peningkatan investasi.
“Bukan saja investasi secara kuantitatif, tetapi kualitas dari investasinya yang bisa meningkatkan productivity,” Mari Elka Pangestu, Wakil Ketua DEN.
Pada publikasi ini, NEXT Indonesia Center membahas peran vital PMTB atau investasi agregat, dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan melihat studi kasus di dunia dan sejumlah negara. NEXT Indonesia Center juga memetakan wilayah mana saja di Indonesia yang kontribusi investasi terhadap PDRB sudah relatif besar untuk dapat didorong menjadi mesin penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
Testimoni Investasi Mendongkrak Pertumbuhan
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi secara agregat merupakan komponen kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Biasanya disebut dengan istilah engine of growth alias mesin pertumbuhan. Banyak studi menunjukkan korelasi positif antara porsi investasi yang tinggi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan laju pertumbuhan ekonomi yang cepat.
Secara teoretis, peran PMTB ini dapat dijelaskan melalui beberapa model pertumbuhan klasik. Pertama, model pertumbuhan Harrod–Domar1 yang secara eksplisit menempatkan investasi sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi melalui hubungan antara tingkat investasi dan efisiensi modal (Incremental Capital Output Ratio, ICOR2). Rumusan sederhananya, pertumbuhan ekonomi berharap banyak pada investasi di sektor riil yang efisien.
1. Model pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang dikembangkan oleh Sir Roy Harrod dan Evsey Domar, yang menekankan peran krusial investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Rasio yang mengukur berapa banyak modal tambahan (incremental capital) yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan output (incremental output).
Ada juga model Solow–Swan3 yang turut mengamini peran penting akumulasi modal. Menurut mereka, negara dengan tingkat investasi yang lebih tinggi akan mencapai tingkat output per pekerja yang lebih tinggi dalam jangka panjang. Meski dalam model ini pertumbuhan jangka panjang akhirnya ditentukan oleh kemajuan teknologi, tingkat investasi menentukan level pendapatan per kapita yang dapat dicapai.
3. Model ekonomi neoklasik yang dikembangkan Robert Solow dan Trevor Swan pada 1950-an. Model ini menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi jangka panjang dipengaruhi oleh akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan kemajuan teknologi.
Lantas hadir teori accelerator dalam ekonomi pembangunan yang menekankan bahwa investasi tidak hanya mendorong pertumbuhan, tetapi juga mengakselerasi investasi baru lebih lanjut. Jadi, ada hubungan timbal balik antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi. Teori ini menjelaskan alasan daerah yang mengalami ekspansi industri besar, misalnya kawasan smelter atau infrastruktur baru, mengalami lonjakan PMTB dan pertumbuhan ekonomi secara simultan.
Kombinasi pandangan di atas menunjukkan pesan yang konsisten, yakni investasi merupakan motor penting bagi pertumbuhan, baik sebagai pendorong kapasitas produksi (Harrod-Domar, Solow-Swan) maupun sebagai respons terhadap prospek pertumbuhan itu sendiri (accelerator effect). Pertumbuhan permintaan mendorong investasi. Selanjutnya, investasi (PMTB) memperbesar kapasitas untuk memenuhi permintaan di masa depan.
Vitalnya peran investasi juga diperkuat oleh pandangan ekonom peraih Nobel, Andrew Michael Spence, bahwa salah satu resep utama pertumbuhan ekonomi tinggi jangka panjang adalah tingkat investasi yang sangat besar4. Spence mencatat, negara-negara berkembang yang sukses mencapai pertumbuhan tinggi biasanya memiliki tingkat investasi, baik pemerintah maupun swasta, sebesar 30% dari PDB atau lebih.
4. A.M. Spence dalam tulisan opini “These are the Ingredients for Global Growth”, pada World Economic Forum/Project Syndicate, 1 Februari 2016.
Dia menguraikan, sekitar 5–7% PDB dari investasi tersebut biasanya berasal dari sektor publik, misalnya infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, serta riset teknologi. Sisanya adalah investasi swasta. Kombinasi investasi publik dan swasta yang tinggi akan saling memperkuat: investasi publik yang efektif meningkatkan imbal hasil bagi investasi swasta, sehingga mendorong tingkat investasi keseluruhan tetap tinggi.
World Development Indicators (WDI), data indikator pembangunan yang dikumpulkan oleh Bank Dunia (World Bank) dari berbagai sumber resmi, tampak sejalan dengan teori-teori tersebut. Secara statistik, terlihat pada grafik di bawah ini, negara-negara dengan porsi PMTB terhadap PDB yang tinggi, cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibandingkan negara lain.
Jadi, secara empiris, investasi memiliki pengaruh kuat terhadap kinerja makroekonomi dan berperan sebagai komponen yang menarik investasi swasta untuk ikut berlomba masuk (crowding-in).
Pelajaran dari Tiongkok, Vietnam, dan India
Untuk melihat hubungan positif investasi-pertumbuhan secara lebih konkret, NEXT Indonesia Center membandingkan tren kontribusi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Negara yang jadi pilihan adalah Indonesia dan tiga negara Asia dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi secara konstan, yakni Tiongkok, Vietnam, dan India.
Pilihan pada empat negara itu lantaran sama-sama mengalami transformasi ekonomi yang signifikan alias besar. Rentang waktu yang digunakan adalah dua dekade terakhir (2004-2023), mengingat ketersediaan data untuk tahun 2024 belum merata.
• Tiongkok menonjol dengan strategi pembangunan berorientasi investasi tinggi. Sejak era reformasi ekonomi akhir 1970-an, negara tersebut terus menggenjot investasi. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) atau investasi di Tiongkok dalam 20 tahun terakhir (2004-2023) secara konsisten rata-rata sekitar 41,45% dari PDB per tahun.
Dampaknya tercermin pada laju pertumbuhan ekonominya yang tinggi. Selama 20 tahun, rata-rata pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 8,18% per tahun. Negara ini berhasil memanfaatkan investasi masif untuk mendorong industrialisasi dan ekspansi kapasitas produksi.
Hal ini sejalan dengan prediksi model Harrod-Domar dan Solow-Swan: tabungan domestik Tiongkok yang tinggi (di atas 40% PDB) menyediakan modal yang cukup untuk akumulasi kapital cepat, sehingga output nasional melonjak. Selain itu, efek akselerator juga bekerja– pertumbuhan tinggi Tiongkok mendorong investasi lebih jauh karena ekspektasi profit perusahaan terus meningkat.
• Vietnam menempuh jalur serupa dengan Tiongkok dalam skala lebih kecil sejak reformasi Doi Moi5 akhir 1980-an. Rasio PMTB Vietnam meningkat signifikan seiring terbukanya ekonomi dan derasnya investasi, terutama investasi asing langsung (Foreign Direct Investment, FDI) di sektor manufaktur.
5. Kebijakan reformasi ekonomi yang diluncurkan Vietnam pada tahun 1986 untuk beralih dari ekonomi terpusat menjadi “ekonomi pasar berorientasi sosialis”.
Dalam 20 tahun terakhir (2004-2023), rata-rata kontribusi PMTB terhadap PDB Vietnam mencapai 31,05% per tahun. Hasilnya, kinerja ekonomi Vietnam termasuk yang tercepat di ASEAN. Pada periode yang sama, rata-rata pertumbuhannya mencapai 6,25% per tahun.
Pola ini konsisten dengan teori akselerator: pertumbuhan kuat Vietnam didukung oleh lonjakan investasi (domestik maupun FDI). Sebaliknya, laju pertumbuhan tinggi memperkuat kepercayaan investor untuk terus menanam modal. Dengan investasi tinggi, Vietnam berhasil membangun basis industri berorientasi ekspor yang memperbesar output nasional. Dalam kerangka Solow-Swan, tingkat investasi sekitar 30% membantu Vietnam meningkatkan stok modal per pekerja, mendorong produktivitas dan pendapatan per kapita lebih cepat daripada negara-negara tetangganya yang berinvestasi lebih rendah.
• India juga mengalami peningkatan rasio investasi pasca-liberalisasi ekonomi 19916. Sepanjang era 2000-an, investasi India melonjak seiring boom ekonomi yang pada puncaknya mendekati 35–39% dari PDB menjelang 2010. Ini berkontribusi pada “dekade emas” pertumbuhan India di mana PDB sempat tumbuh 8–9% per tahun.
6. Kebijakan reformasi yang dilakukan untuk mengubah ekonomi India dari sistem yang sangat terencana menjadi lebih berorientasi pasar bebas, meliputi deregulasi industri, penarikan izin usaha, reformasi sektor keuangan, dan pembukaan lebih lebar terhadap investasi asing.
Dalam periode 20 tahun terakhir (2004-2023), rata-rata rasio PMTB India terhadap PDB sekitar 31,27% per tahun. Pada periode tersebut, pertumbuhan ekonomi India per tahun rata-rata mencapai 6,48%.
Pengalaman India menegaskan formula Harrod-Domar: dengan investment rate sekitar 30% dan Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) sekitar 5, potensi pertumbuhan India sekitar 6% per tahun. Untuk menembus pertumbuhan lebih tinggi, India perlu menaikkan rasio investasi lebih jauh atau meningkatkan efisiensi investasi. Analisis ekonomi Quantum Advisors menunjukkan, untuk mencapai pertumbuhan 8% di ekonomi besar seperti India, dibutuhkan rasio investasi mendekati 40% terhadap PDB atau bahkan lebih.
• Indonesia, bagaimana posisinya? Secara historis, Indonesia pernah menikmati investasi tinggi dan pertumbuhan tinggi pada era Orde Baru. Di akhir 1980-an hingga pertengahan 1990-an, PMTB Indonesia sempat mencapai seputar 30% dari PDB, berkontribusi pada pertumbuhan PDB rata-rata di atas 7% per tahun. Namun, krisis finansial 1997/98 memukul investasi nasional. Rasio PMTB anjlok hingga di bawah 20% PDB, dan butuh waktu panjang untuk pulih.
Untuk periode 20 tahun terakhir (2004-2023), Bank Dunia mencatat, rata-rata kontribusi PMTB terhadap PDB Indonesia sekitar 29,82% per tahun. Dengan kondisi seperti itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai hanya 4,97% per tahun.
Dari perspektif Solow-Swan, investasi 29% di Indonesia menghasilkan tingkat output per pekerja yang meningkat, tapi tidak secepat jika investasinya setinggi 35–40%. Dari sudut pandang Harrod-Domar, dengan ICOR 5-6, rasio investasi Indonesia saat ini kemungkinan hanya cukup untuk menopang pertumbuhan sekitar 5%. Untuk tumbuh lebih cepat, dibutuhkan lonjakan investasi atau terobosan besar dalam produktivitas.
Kondisi di Indonesia tampaknya sekaligus menegaskan peran efisiensi investasi terhadap kinerja perekonomian nasional. Rasio PMTB Indonesia yang lebih rendah sehingga menyeret kinerja pertumbuhan ekonomi, mengindikasikan investasi di Indonesia kurang efisien atau ICOR terlalu tinggi dibanding Vietnam dan Tiongkok. Artinya, setiap 1 unit investasi di Indonesia menghasilkan tambahan output yang lebih kecil dibandingkan Vietnam, India, maupun Tiongkok.
Tingginya ICOR boleh jadi karena faktor birokrasi, infrastruktur yang kurang mendukung, atau kualitas sumber daya manusia (SDM) dan inovasi yang lebih rendah. Dengan rasio investasi yang sudah terbatas, tantangan Indonesia berlipat jika investasi yang ada tidak optimal produktivitasnya.
Soal investasi itu mungkin baru satu soal bagi Indonesia. Masih ada tantangan lain, misalnya pemerataan pembangunan seiring dengan luasnya wilayah.
Peta Wilayah Ditopang Investasi
Agar produktivitas dari investasi yang terbatas bisa mencapai hasil optimal, pemerintah sebaiknya memilih daerah sebagai sebaran wilayah prioritas investasi. Tak berlebihan juga jika kebijakan fiskal pun turut memberikan dukungan terhadap daerah pilihan, karena efek penggandanya dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada bagian ini, NEXT Indonesia Center memetakan daerah-daerah tingkat II (kabupaten/kota) dengan porsi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi di Indonesia. Daerah-daerah tersebut, dengan mempertimbangkan keterwakilan pulau, dikelompokkan ke dalam enam klaster besar, yakni Sumatra, Jawa dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku, dan Papua.
Hasil pemetaan ini digunakan untuk memilih sampel daerah prioritas, yaitu daerah yang patut mendapat bantuan lebih atau kemudahan dari pemerintah pusat. Misalnya saja, alokasi transfer ke daerah (TKD) lebih besar, agar perekonomiannya bisa tumbuh lebih tinggi untuk ikut mengangkat pertumbuhan ekonomi nasional.
Penelusuran data Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan sejumlah kabupaten/kota dengan kontribusi PMTB terhadap PDRB yang tinggi, yakni di atas 40%. Realisasi yang tertinggi pada tahun 2024 tercatat di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Kontribusi investasi terhadap perekonomian kabupaten yang pada sebagian wilayahnya tengah dibangun Ibu Kota Nusantara (IKN) itu mencapai 89,21%.
Kontribusi PMTB terhadap PDRB Kota Pekanbaru (75,52%) menjadi yang tertinggi di Sumatra, sementara Kota Semarang (57,27%) tertinggi di Jawa dan Bali. Lalu, tertinggi di Sulawesi adalah Kabupaten Morowali Utara (74,88%), di Nusa Tenggara dan Maluku ada Kabupaten Halmahera Tengah (82,92%), terakhir Kabupaten Supiori (60,76%) adalah yang tertinggi di Papua.
Berapa besar sebenarnya belanja modal daerah-daerah dengan kontribusi PMTB tinggi itu? Indikator ini penting, karena rasio belanja modal terhadap total belanja daerah mengukur seberapa besar porsi anggaran daerah yang digunakan untuk membangun aset produktif dibandingkan belanja operasional.
Belanja modal semestinya berkontribusi pada peningkatan kapasitas produksi dan efisiensi ekonomi lokal, sehingga mendorong perekonomian. Investasi fisik dari belanja modal juga menciptakan lapangan kerja jangka pendek, serta memicu efek pengganda atau multiplier effect berupa aktivitas ekonomi lanjutan.
Rasio belanja modal tinggi bisa menjadi indikator bahwa pemerintah daerah fokus pada pembangunan jangka panjang, bukan hanya pengeluaran rutin. Kebijakan ini bisa meningkatkan kepercayaan investor dan membuka peluang kemitraan dengan sektor swasta.
Tabel di atas memperlihatkan, daerah dengan porsi belanja modal yang lebih tinggi cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, meskipun tidak selalu linier. Ini menegaskan bahwa belanja modal memang berpotensi mendorong pertumbuhan.
Kendati demikian perlu digarisbawahi bahwa tinggi rendahnya rasio belanja modal tidak otomatis menjamin pertumbuhan yang tinggi pula. Efektivitas dari gelontoran belanja modal tersebut tetap akan tergantung kepada kualitas perencanaan dan konsistensi pelaksanaan proyek, produktivitas sektor yang disasar, serta sinergi dengan investasi swasta.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) di wilayah tersebut. Pembangunan akan sulit mencapai hasil maksimal jika SDM yang tersedia tidak cukup berkemampuan dalam menjalankan pekerjaan mereka.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator yang penting. Investasi yang ditanam di daerah dengan IPM tinggi cenderung lebih efektif, karena manusianya siap dan infrastrukturnya cenderung mendukung. Sebaliknya, daerah dengan IPM rendah butuh intervensi dasar terlebih dulu agar PMTB bisa berdampak signifikan.
Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2024 dari 30 daerah dengan PMTB tinggi di lima kawasan, hanya 10 kota dengan nilai IPM lebih dari angka nasional yang 75,02. Artinya, peningkatan kualitas SDM sangat krusial untuk dilakukan, khususnya di luar Jawa.
Setelah melihat indikator-indikator di atas, berikut adalah daerah unggulan di setiap klaster yang layak mendapatkan bantuan investasi khusus dari pemerintah agar mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional lebih tinggi lagi. Kelak, mereka pun akan menopang kinerja perekonmian nasional.
Kota Pekanbaru (Sumatra)
Rata-rata Rasio PMTB terhadap PDB (2020-2024): 77,60%
Ibu Kota Provinsi Riau ini menonjol sebagai pusat investasi di wilayah tersebut. Rasio PMTB terhadap PDRB Pekanbaru konsisten di atas 75% dalam lima tahun terakhir (2020-2024), menandakan porsi investasi sangat besar dalam ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi Pekanbaru tahun 2024 sekitar 4,61% secara tahunan (yoy), sejalan dengan tingginya belanja modal dan realisasi proyek infrastruktur.
Pemerintah Kota Pekanbaru melaporkan realisasi investasi pada tahun 2024 mencapai Rp5,7 triliun, melebihi target Rp5,1 triliun yang ditetapkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI melalui Pemerintah Provinsi Riau. Pemerintah Kota Pekanbaru juga aktif mempermudah regulasi bagi investor melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP). Mereka berharap dapat menarik investasi lebih lanjut dan mencapai target pertumbuhan ekonomi kota hingga 9-10% pada tahun-tahun mendatang.
Data BPS menunjukkan bahwa sektor-sektor terbesar penyumbang PDRB Kota Pekanbaru adalah sektor perdagangan besar dan eceran (termasuk reparasi kendaraan), konstruksi, dan industri pengolahan. Ketiga sektor ini merupakan penyumbang PDRB terbesar, sekitar 20–30% per sektor, dan juga mengalami pertumbuhan paling signifikan pasca-pandemi.
Nilai PDRB riil sektor perdagangan Kota Pekanbaru meningkat dari Rp18,0 triliun pada 2020 menjadi Rp24,9 triliun pada 2024. Demikian pula, sektor konstruksi tumbuh dari Rp20,1 triliun pada 2020 menjadi Rp24,5 triliun pada 2024. Sektor industri pengolahan juga bertambah dari sekitar Rp15,9 triliun (2020) menjadi Rp18,0 triliun (2024).
Indikator SDM Kota Pekanbaru juga tampak menjanjikan. Angka IPM mencapai 84,26, dengan porsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai sekitar 866 ribu jiwa, atau 71% dari total 1,14 juta penduduk pada 2024.
Kota Semarang (Jawa dan Bali)
Rata-rata Rasio PMTB terhadap PDB (2020-2024): 58,40%
Sebagai Ibu Kota Jawa Tengah, Semarang juga menunjukkan porsi investasi besar. Rasio PMTB terhadap PDRB 2024 sekitar 57,27%, lebih rendah dari Pekanbaru namun tetap signifikan. Pertumbuhan PDRB Semarang, yang mencapai 5,62% pada 2024, didukung tiga sektor utama yang mendominasi dan menjadi kontributor terbesar PDRB, yaitu industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan besar dan eceran.
Realisasi investasi Kota Semarang pada 2024 mencapai Rp9,9 triliun, melebihi target yang ditetapkan Rp9,7 triliun. Kota Semarang termasuk dalam lokasi utama yang diincar investor, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), terutama karena keberadaan kawasan industri dan pelabuhan, termasuk terminal peti kemas.
Sektor-sektor lain yang diminati investor adalah industri barang dari kulit dan alas kaki, industri tekstil, serta perumahan, kawasan industri, dan perkantoran. Dengan IPM 85,24 dan proporsi usia produktif terhadap penduduk mencapai 73%, Kota Semarang menunjukkan level yang sudah lebih maju ketimbang daerah-daerah lain. Dapat dikatakan bahwa kota ini cukup kompetitif dalam merebut hati para investor.
Kabupaten Penajam Paser Utara (Kalimantan)
Rata-rata Rasio PMTB terhadap PDB (2020-2024): 58,15%
Inilah kabupaten yang sebagian wilayahnya tengah dibangun menjadi Ibu Kota Nusantara (IKN). Pembangunan IKN mendorong terjadinya peningkatan investasi luar biasa, sehingga rasio PMTB terhadap PDRB meroket menjadi 89,21% pada 2024, dari 70,81% pada 2023. Pertumbuhan PDRB pada 2024 juga melonjak sekitar 30,68% lebih tinggi dari 2023. Realisasi investasi pada tahun 2024 mencapai Rp3,7 triliun, atau 148,00% dari target Rp2,5 triliun.
Semua itu terjadi karena proyek-proyek pembangunan infrastruktur IKN menyuntikkan modal besar ke Penajam Paser Utara. Banyak fasilitas pemerintahan, mulai kantor, tempat tinggal, hingga akses berupa jalan tol dan bandara yang tengah dalam proses pembangunan. Keberadaan proyek-proyek itu menjadi motor utama peningkatan ekonomi daerah.
Perekonomian kabupaten tersebut mengalami pergeseran dari dominasi sektor primer menuju sektor sekunder dan tersier. Kabupaten yang awalnya digerakkan oleh sektor perkebunan dan pertambangan, kini diusung oleh sektor konstruksi yang melonjak. Sektor jasa dan akomodasi pun tumbuh signifikan seiring datangnya para pekerja baru.
Secara keseluruhan, perekonomian Penajam Paser Utara tahun 2024 didominasi oleh dampak positif pembangunan IKN, mencatatkan pertumbuhan tinggi dan realisasi investasi yang melampaui target, meskipun tantangan untuk membangun ekonomi yang berkelanjutan di luar IKN masih menjadi fokus pemerintah daerah. Ketika IKN sepenuhnya beroperasi dan mungkin memisahkan diri sebagai wilayah dengan pemerintahan khusus, kabupaten itu harus siap menghadapi tantangan untuk mencari potensi lain yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di luar dari sektor IKN.
Hambatan yang harus segera ditanggulangi pemerintah setempat adalah tingkat IPM yang relatif sedang, 74,94. Nilai itu menandakan masih diperlukan pembangunan kapasitas sumber daya manusia di kabupaten ini guna mendukung investasi. Namun, dari sisi ketersediaan SDM, potensi untuk berkembang cukup besar mengingat kelompok usia produktif mencapai 68% dari jumlah penduduk Penajam Paser Utara.
Kabupaten Morowali Utara (Sulawesi)
Rata-rata Rasio PMTB terhadap PDB (2020-2024): 81,19%
Pada tahun 2024, kabupaten kaya mineral ini memiliki rasio PMTB terhadap PDRB 74,88%. PDRB Morowali Utara (Morut) tumbuh 14,03% pada tahun tersebut, didukung industri pengolahan logam, terutama nikel, dan belanja infrastruktur.
Pengembangan smelter dan investasi industri tambang mendorong pertumbuhan dua digit. Infrastruktur penunjang, seperti jalan dan listrik, juga tengah ditingkatkan. Efek pengganda (multiplier effect) dari investasi tersebut tampak dari meningkatnya aktivitas ekonomi setempat. Hal tersebut terlihat pada PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) per kapita Morowali Utara yang untuk tahun 2024 tercatat sebesar Rp236,5 juta/kapita/tahun. Angka ini menempatkan Morowali Utara pada posisi kedua tertinggi di Sulawesi Tengah setelah Kabupaten Morowali.
Meskipun ekonomi tumbuh sangat tinggi, terdapat fenomena menarik yang menjadi perhatian pemerintah daerah. Angka kemiskinan stagnan di sekitar 12% sejak tahun 2020 meski tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun drastis ke angka 2,23% pada 2024.
Bupati Morowali Utara Delis Jurkalson Hehi menyebut fenomena tersebut sebagai “kemiskinan transfer”. Delis menjelaskan, banyak pencari kerja datang dan kemudian memiliki KTP Morut, tetapi ketika gagal dapat kerja, mereka pulang kampung namun tak ganti KTP, sehingga tercatat sebagai pengangguran dari Morut. “Di data BPS, mereka itu tetap tercatat sebagai warga Morut. Jadi kita mendapatkan kemiskinan dan pengangguran transfer dari daerah lain,” jelasnya.
Secara keseluruhan, perekonomian Morowali Utara tahun 2024 adalah kisah sukses pertumbuhan industri yang luar biasa (didominasi nikel), namun menghadapi tantangan dalam hal pemerataan hasil pertumbuhan tersebut di tingkat masyarakat lokal. Potensi untuk tumbuh cukup besar, terutama jika pemerintah setempat bisa menaikkan kompetensi SDM yang pada tahun 2024 dengan nilai IPM 71,64, terbesar kedua di Sulawesi tetapi masih di bawah IPM nasional.
Untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi, pemerintah Morut juga perlu mendorong sektor ekonomi lain, seperti pertanian, pariwisata, dan UMKM di lingkar industri, agar tidak terlalu bergantung kepada nikel.
Kabupaten Halmahera Tengah (Nusa Tenggara & Maluku)
Rata-rata Rasio PMTB terhadap PDB (2020-2024): 194,80%
Melambungnya rasio PMTB terhadap PDRB Halmahera Tengah hingga rata-rata di atas 100% menunjukkan adanya komponen PDRB yang berkontribusi negatif. Sebagai contoh, pada tahun 2022, kontribusi PMTB sekitar 174,40%. Pada saat yang sama, kontribusi ekspor bersih minus 86,95%.
Rasio PMTB terhadap PDRB Halmahera Tengah (Halteng) pada 2024 tercatat 82,92%, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 18,40%. Perekonomian Halteng memiliki pola yang sangat mirip dengan Morowali Utara, yaitu didorong oleh sektor industri nikel dan hilirisasinya, khususnya dengan keberadaan Kawasan Industri Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
Investasi di Halmahera Tengah adalah yang terbesar di Maluku Utara, dan menjadi tulang punggung perekonomian daerah. Realisasinya pada tahun 2024 mencapai Rp49,74 triliun dan hingga awal tahun 2025 telah menyerap tenaga kerja lebih dari 81.000 orang, termasuk mereka yang datang dari luar wilayah kabupaten tersebut.
Kehadiran puluhan ribu pekerja itu juga memicu pertumbuhan sektor usaha penunjang, seperti akomodasi, kuliner, hiburan, jasa perbengkelan, dan laundry, yang memberikan dampak positif langsung pada masyarakat sekitar.
Kualitas SDM Halteng tergolong menengah dengan IPM 70,94 pada 2024. Peningkatan infrastruktur pendidikan dan kesehatan dapat mendukung produktivitas, mengoptimalkan potensi investasi, juga menambah daya ungkit perekonomian setempat.
Kabupaten Supiori (Papua)
Rata-rata Rasio PMTB terhadap PDB (2020-2024): 59,76%
Meskipun sebagian besar wilayah di Pulau Papua posisinya terpencil, Supiori menunjukkan rasio PMTB terhadap PDRB yang relatif tinggi, mencapai 60,76% pada 2024. Pertumbuhan ekonomi tercatat 3,23%, melonjak dari 1,90% pada 2023.
Perekonomian Supiori memiliki karakteristik yang sangat berbeda dibandingkan dengan lima wilayah industri dan investasi besar yang kita bahas di atas. Secara umum, perekonomian Kabupaten Supiori ditopang oleh sektor primer (pertanian, kehutanan, dan perikanan) dan sektor jasa, dengan keterbatasan infrastruktur yang menjadi tantangan utama.
Pertumbuhan PDRB rendah pada 2024, sejalan kondisi geografi yang sulit. Kebijakan belanja modal di daerah sangat terpencil perlu perencanaan khusus agar efisien memacu ekonomi lokal. Kontribusi investasi relatif moderat karena skala ekonomi kecil dan belanja pemerintah terbatas.
Investasi di Supiori didominasi sektor dasar (pertanian/perikanan kecil) dan infrastruktur ringkas. Pemerintah pusat dapat membantu peningkatan ekonomi Supiori dengan mendorong investasi yang bersifat memperkuat konektivitas, meningkatkan nilai tambah sumber daya alam, dan mendukung kemandirian lokal. Salah satunya adalah mewujudkan hilirisasi sektor perikanan, juga pembangunan infrastruktur wisata bahari yang belum tergarap optimal.
Tentu saja, investasi pada manusia adalah investasi jangka panjang yang vital. Angka IPM 66,37 yang relatif rendah menunjukkan masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM di Supiori. Pembangunan sarana pendidikan yang relevan dengan kebutuhan daerah, seperti vokasi perikanan dan pariwisata, bisa membantu meningkatkan kualitas SDM sekaligus mengungkit perekonomian daerah.
Insentif Bagi Mesin Utama Pertumbuhan
Studi kasus enam wilayah unggulan ini menggambarkan peran strategis investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Daerah-daerah tersebut, meski beragam karakteristik, umumnya memiliki rasio investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) terhadap PDRB tinggi dan berada di peringkat teratas kontribusi investasi di klaster pulau masing-masing.
Hasil dari menggenjot investasi itu, terlihat pada pertumbuhan PDRB lokal yang cenderung kuat, terutama di daerah dengan inisiatif investasi besar. Hal ini konsisten dengan temuan bahwa investasi adalah mesin utama pertumbuhan.
Namun, perlu diperhatikan bahwa suntikan investasi harus diarahkan cermat. Data mikro wilayah menegaskan pentingnya penguatan PMTB melalui penyerapan yang efisien dan peningkatan kualitas SDM lokal. Kebijakan fiskal dan program pembangunan harus terus memperkuat infrastruktur penunjang dan sumber daya manusia agar investasi memberikan efek berganda yang optimal.
Pemerintah perlu menyusun strategi yang terarah. Sumber daya pusat, baik anggaran maupun kebijakan, perlu dialokasikan lebih besar ke daerah yang menjanjikan multiplier effect tertinggi dari investasi tersebut. Namun, tentu saja, pemerintah pusat tetap membantu daerah yang membutuhkan stimulus awal.
Reformasi dana transfer ke daerah (TKD) harus menjadi game changer alias pengubah arah. Jika sebelumnya TKD kerap dianggap “uang gratis” bagi daerah, mestinya kini dijadikan sebagai insentif prestasi yang mendorong inovasi fiskal daerah. Jika daerah terpacu memperbaiki layanan dan iklim investasi demi mendapatkannya, ekosistem investasi nasional otomatis membaik.
Dalam jangka menengah, kesuksesan strategi ini bisa diukur dari dua hal, yaitu pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat secara berkelanjutan dan pengecilan ketimpangan ekonomi antar-daerah. Investor akan merasakan manfaat berupa banyaknya destinasi investasi baru yang layak, tidak hanya di Pulau Jawa.
Masyarakat di daerah-daerah juga akan merasakan lapangan kerja dan pendapatan yang lebih baik. Ujungnya, visi Indonesia Emas 2045 dengan pemerataan pembangunan bukan tidak mungkin terwujud lebih awal.