Jalan Panjang Hilirisasi Nikel
13 Juni, 2025
Hilirisasi nikel Indonesia terbukti telah memberi nilai tambah. Namun masih ada pekerjaan rumah penting yang belum tuntas.

Keterangan foto: Ilustrasi jam pasir
Ringkasan
• Pemerintah Percepat Hilirisasi SDA
Presiden Prabowo akan memulai pembangunan 18 proyek hilirisasi senilai US$45 miliar, untuk mendorong nilai tambah sumber daya alam dan memperkuat kemandirian ekonomi nasional.
• Hilirisasi Nikel Capai Kemajuan Signifikan
Setelah larangan ekspor bijih nikel diberlakukan, jumlah smelter meningkat pesat dan nilai ekspor nikel olahan melonjak, mencerminkan keberhasilan hilirisasi.
• Nilai Tambah Besar dan Efisiensi Teknologi
Hilirisasi nikel menghasilkan nilai tambah hingga 157 kali lipat, didukung inovasi teknologi seperti HPAL dan RKEF, serta berkontribusi besar pada ekspor nasional.
MOST POPULAR
NEXT Indonesia - Pada bulan Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) penanda dimulainya pembangunan 18 proyek hilirisasi prioritas. Proyek-proyek hilirisasi tersebut, yang jumlahnya berkurang dari rencana awal 21 proyek, bernilai total US$45 miliar atau sekitar Rp733,7 triliun (kurs tengah BI pada 9 Juni 2025: Rp16.305 per dolar AS).
Hilirisasi adalah upaya untuk memberi nilai tambah terhadap sumber daya alam dengan mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Selama ini, Indonesia sering kali kehilangan potensi nilai tambah –seperti peningkatan pendapatan negara, pembukaan lapangan kerja, transfer teknologi, dan penguatan industri domestik– karena lebih banyak mengekspor bahan mentah yang nilai jualnya lebih rendah.
Melalui hilirisasi, pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya berharap dapat menciptakan efek berganda (multiplier effect)1 bagi perekonomian nasional. Selain itu, seperti kerap diutarakan Presiden Prabowo dalam berbagai kesempatan, hilirisasi akan memperkuat kemandirian bangsa dalam mengelola kekayaan alamnya.
1. Perubahan dalam pengeluaran suatu sektor yang menghasilkan efek berganda atau meluas terhadap pendapatan nasional.
Indonesia dapat bergeser dari sekadar pemasok bahan mentah menjadi pemain penting dalam rantai pasok global produk bernilai tambah. Hal ini juga akan mengurangi ketergantungan pada fluktuasi harga komoditas global.
Pemerintah telah menunjukkan komitmen kuat untuk mewujudkan hilirisasi. Ikhtiar itu diwujudkan, antara lain melalui larangan ekspor bahan mentah, pemberian insentif pajak maupun non-pajak, serta pembangunan kawasan industri terpadu di beberapa daerah.
Pada tahap awal, proyek hilirisasi akan menyasar beberapa sektor yang penting. Di antara komoditas yang diincar, nikel, bauksit, refinery (kilang), storage (gudang penyimpanan), perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan dimetil eter2 (DME) batu bara.
2. Alternatif pengganti LPG (Liquefied Petroleum Gas) dan dapat diproduksi dari berbagai sumber seperti batu bara, gas alam, dan biomassa.
Dalam ulasan NEXT Review ini, NEXT Indonesia Center akan memaparkan perjalanan upaya hilirisasi dari salah satu sektor yang disasar oleh pemerintah, yaitu nikel. Logam serbaguna ini digunakan dalam berbagai industri, termasuk produksi baja tahan karat, pembuatan baterai, dan sebagai katalis.
Komoditas tersebut menjadi semakin strategis seiring berkembangnya kendaraan listrik (EV) di dunia. EV membutuhkan baterai dan nikel adalah bahan baku baterai tersebut.
Liku-liku Upaya Hilirisasi
Upaya hilirisasi produksi nikel di Indonesia telah dimulai sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada 12 Januari 2009. Peraturan yang kerap disebut UU Minerba 2009 ini menjadi tonggak awal hilirisasi dengan mengamanatkan kewajiban pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri.
Pasal 102 dan Pasal 103 undang-undang tersebut secara tegas menyatakan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)3 dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)4 Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
3. IUP adalah zin yang diberikan pemerintah kepada badan usaha atau perorangan untuk melakukan kegiatan pertambangan di wilayah tertentu. Izin ini wajib dimiliki pengusaha di bidang mineral, batu bara, serta batuan dan non-logam.
4. IUPK adalah izin yang diberikan pemerintah kepada badan usaha untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan di wilayah yang telah ditetapkan sebagai Wilayah Pencadangan Negara (WPN). IUPK diberikan terutama kepada BUMN (Badan Usaha Milik Negara) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tetapi tidak menutup kemungkinan diberikan juga kepada badan usaha lain yang memenuhi persyaratan tertentu.
Setahun kemudian, pemerintah memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Peraturan yang berlaku mulai 1 Februari 2010 ini menjabarkan lebih lanjut ketentuan-ketentuan dalam UU Minerba 2009, termasuk mengenai tata cara dan persyaratan pengolahan dan pemurnian mineral.
Meski demikian, berlakunya dua regulasi itu tidak serta-merta menghentikan ekspor bijih nikel. Data perkembangan nilai ekspor nikel menunjukkan bahwa ekspor bijih nikel dan konsentratnya (kode HS5 2604) masih berlangsung hingga tahun 2019. Bahkan pada tahun 2011-2013, nilai ekspornya melebihi nikel dan hasil olahan (kode HS 75) dan feronikel (kode HS 72026000).
5. Kode HS (Harmonized System Code) adalah sistem klasifikasi barang yang digunakan secara internasional untuk keperluan perdagangan dan kepabeanan.
Baru 11 tahun kemudian pemerintah mempertegas komitmen hilirisasi melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba 2020). Regulasi ini memberikan batasan waktu dan sanksi bagi pelanggaran kewajiban pengolahan dan pemurnian. UU Minerba 2020 juga memperkuat peran pemerintah dalam mengawasi dan mendorong hilirisasi.
Pada tahun 2022, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat itu dijabat Arifin Tasrif, mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor: 77.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Kebijakan Mineral dan Batu Bara Nasional. Kepmen ESDM ini memperkokoh arah kebijakan hilirisasi dengan menetapkan strategi dan langkah-langkah konkret untuk mempercepat pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral, termasuk nikel, serta mendorong pengembangan industri hilir berbasis mineral.
Sejak tahun 2020, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tidak ada lagi bijih nikel yang keluar dari Indonesia.
Merespons keputusan pemerintah tersebut, perusahaan-perusahaan nikel di Indonesia lantas bergerak membangun industri pemurnian dan pengolahan nikel (smelter). Dari hanya dua pada tahun 2014, menurut data Kementerian ESDM, saat ini telah beroperasi 54 smelter nikel. Selain itu ada 120 smelter dalam tahap konstruksi dan 16 dalam tahap perencanaan.
Selain itu, para raksasa nikel di Indonesia juga menemukan cara yang lebih efisien untuk mengubah bijih nikel menjadi nikel murni. Teknik inovatif High Pressure Acid Leaching (HPAL) digunakan untuk melarutkan bijih nikel bermutu rendah (limonit) dalam asam panas bertekanan untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), bahan antara yang kemudian dibuat menjadi nikel bermutu baterai.
Sementara bijih nikel berkadar tinggi (saprolit) diolah menggunakan teknik Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) menjadi feronikel. Selanjutnya, produk tersebut digunakan untuk pembuatan baja tahan karat (stainless steel).
Seiring dengan semarak hilirisasi, nilai ekspor feronikel dari Indonesia langsung melesat dari US$2,9 miliar pada 2019 menjadi US$4,7 miliar setahun kemudian dan US$14,1 miliar pada 2024. Nilai tambahnya amat terasa karena pada tahun 2020 harga jual bijih nikel di pasar dunia hanya US$83 per ton, sementara feronikel dibanderol lebih dari US$13.000/ton.
Perbandingan harga tersebut menunjukkan bahwa nilai tambah dari produk hilirisasi bijih nikel mencapai 157 kali lipat. Pada tahun 2024, totalnilai ekspor nikel Indonesia sudah mencapai US$22,1 miliar.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebijakan hilirisasi Indonesia telah mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan produksi nikel yang telah dirafinasi di dalam negeri. Tak ada lagi kata mundur, tentu sambil merawat kelestarian lingkungan.
Beragam Produk Hasil Olahan dan Pemurnian Bijih Nikel
1. Nikel murni: Nikel dengan kadar kemurnian tinggi (lebih dari 99%), digunakan dalam berbagai industri, termasuk pembuatan baja tahan karat, paduan, dan baterai.
2. Nikel matte: produk antara yang merupakan hasil dari proses pirometalurgi (matte smelting) dari mineral laterit dan digunakan untuk menghasilkan nikel sulfat, komponen penting dalam rantai nilai bahan baku baterai.
3. Nikel Sulfat: Senyawa yang dihasilkan dari pemurnian bijih nikel dan digunakan sebagai bahan baku untuk membuat katoda baterai lithium, terutama dalam baterai kendaraan listrik.
4. Feronikel: Paduan antara besi dan nikel, dengan kandungan nikel sekitar 20-40%. Feronikel digunakan dalam pembuatan baja, terutama baja tahan karat.
5. Nickel Pig Iron (NPI): Besi mentah yang mengandung nikel, dengan kadar nikel kurang dari 15%. NPI digunakan sebagai bahan baku pembuatan stainless steel dan baja paduan.
6. Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mixed Sulfide Precipitation (MSP): Bahan baku baterai lithium.