Research  By Editorial Desk

Sektor Prioritas Stimulus 200 Triliun

19 September, 2025

Pemerintah kucurkan Rp200 triliun ke bank Himbara guna dongkrak kredit sektor riil, fokus pada 5 sektor prioritas guna menggerakkan ekonomi nasional.

Ilustrasi kiriman bantuan -Next Indonesia Center

DOWNLOADS


cover next review Sektor Prioritas Stimulus 200 Triliun.jpeg

Sektor Prioritas Stimulus 200 Triliun

Download

Ringkasan
• Injekasi Dana Rp200 Triliun ke Bank Himbara
Pemerintah menyalurkan dana SAL sebesar Rp200 triliun ke bank-bank Himbara dengan mandat khusus agar kredit diarahkan ke sektor riil, bukan instrumen keuangan seperti SBN atau SRBI.
• Lima Sektor Prioritas Penerima Kredit
Simulasi NEXT Indonesia Center menunjukkan lima sektor paling efektif mengungkit PDB, yakni: industri pengolahan, perdagangan, pertanian, transportasi–komunikasi, serta real estat dan jasa perusahaan.

• Pentingnya Paket Stimulus Terintegrasi
Kucuran kredit harus ditopang paket stimulus “17-8-45” agar sisi permintaan dan penawaran seimbang, sehingga ekonomi bergerak lebih cepat dan kesejahteraan masyarakat meningkat.

 

 

NEXT Indonesia Center - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, tak lama setelah dilantik menggantikan Sri Mulyani Indrawati, langsung membuat gebrakan. Dia menarik dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah sebesar Rp200 triliun dari sekitar Rp465 triliun yang disimpan di Bank Indonesia (BI), lalu menempatkannya ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Tujuannya, untuk menggairahkan perekonomian nasional yang masih lesu.

Penempatan dana tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 tentang Penempatan Uang Negara dalam Rangka Pengelolaan Kelebihan dan Kekurangan Kas untuk Mendukung Pelaksanaan Program Pemerintah dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang berlaku sejak Jumat, 12 September 2025. Rincian penempatan dana adalah sebagai berikut: BRI, BNI, dan Bank Mandiri masing-masing mendapatkan Rp55 triliun, BTN dikucuri Rp25 triliun, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) dapat Rp10 triliun.

Menkeu Purbaya menyatakan, penempatan uang negara tersebut wajib digunakan untuk mendukung pertumbuhan sektor riil melalui penyaluran kredit. Dana itu tidak boleh digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Maklum, bank biasanya lebih suka membuka brankas untuk membeli SBN atau SRBI karena keduanya adalah cara termudah memperoleh keuntungan tetap dari bunga setiap tahun, juga nyaris tanpa risiko gagal bayar karena dijamin negara.

Penempatan uang negara di bank Himbara tersebut dilakukan dalam bentuk deposito on call1 konvensional/syariah, dengan mekanisme tanpa lelang. Tingkat bunga/imbal hasil yang dikenakan sebesar 80,476% dari BI 7-Day Reverse Repo-Rate (BI7DRR/BI-Rate)2 untuk rekening penempatan dalam rupiah. Per 18 September 2025, suku bunga acuan BI adalah 4,75%. Dengan demikian tingkat bunga/imbal hasil yang diperoleh 3,82%.

1. Deposito on call (DOC) adalah bentuk simpanan berjangka pendek yang dapat ditarik sewaktu-waktu dengan pemberitahuan sebelumnya kepada bank, minimal satu hari kerja sebelum pencairan.
2. BI7DRR/BI-Rate adalah suku bunga acuan utama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) untuk mengendalikan inflasi dan menstabilkan perekonomian melalui pasar uang, serta mendorong pendalaman pasar keuangan.

Bank Himbara juga diperkenankan menyalurkan kredit ke Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Untuk dana pemerintah yang dialokasikan bagi KDMP, perbankan hanya perlu membayar bunga ke pemerintah atas deposito on call tersebut senilai 2%.

Sebagai catatan, setiap bulan kelima bank Himbara harus menyampaikan laporan penggunaan atas penempatan uang negara tersebut kepada Menkeu, melalui Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Dapat disimpulkan bahwa pemerintah ingin agar dana perbankan tidak hanya berputar di sektor keuangan. Sektor riil yang produktif harus dibantu agar bergerak mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menteri Purbaya menyebut uang yang ditempatkan itu sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mekanisme pasar. Dia menjamin kebijakan ini tidak akan menimbulkan inflasi berlebihan.

Pada publikasi ini, NEXT Indonesia Center akan menelusuri perkembangan kredit, likuiditas, dan kredit bermasalah (non-performing loan, NPL) perbankan untuk melihat ke sektor apa sebaiknya kredit dikucurkan. Pilihan terhadap sektor akan menentukan efektivitas dari kebijakan pemerintah tersebut.

Menelusuri Kinerja Kredit Perbankan

Melalui penempatan dana SAL Rp200 triliun, pemerintah ingin agar bank-bank Himbara lebih agresif menyalurkan kredit (pinjaman) kepada dunia usaha. Kredit tersebut diharapkan dapat menggerakkan sektor riil yang produktif, sehingga perputaran uangnya menimbulkan efek pengganda yang dapat mendongkrak perekonomian nasional.

Kelebihan likuiditas juga akan memaksa bank mencari proyek untuk menyalurkan kredit demi imbal hasil. Penumpukan likuiditas di perbankan diharapkan dapat menurunkan suku bunga pinjaman, apalagi di tengah persaingan yang sengit di sektor perbankan.

Harus diakui, kucuran kredit perbankan memang tampak lesu belakangan ini. Setelah bangkit dari kontraksi pada masa pandemi COVID-19 hingga mencapai kisaran dua digit pada pertengahan 2022, pertumbuhan total kredit cenderung stagnan. Bahkan trennya menurun sejak Maret 2025. Pada Juli 2025, data Bank Indonesia menunjukan total kredit tumbuh 6,67% tahun-ke-tahun (yoy), turun dari 7,57% yoy pada bulan sebelumnya.

Kredit investasi menjadi penopang utama dengan pertumbuhan 11,82% yoy pada Juli 2025. Tingginya kredit investasi ini mengisyaratkan bahwa pelaku usaha masih optimistis terhadap prospek ekonomi di masa depan.

Perkembangan yang mengkhawatirkan ditunjukkan oleh kredit modal kerja (KMK). Pertumbuhannya pada Juli 2025 tercatat hanya 2,76% yoy, jauh lebih lambat dibandingkan 4,21% yoy pada Juni 2025. Padahal, KMK adalah jenis kredit dengan nilai terbesar, mencapai Rp3.435 triliun pada Juli 2025, atau 43,3% dari kredit total bulan itu.

Pertumbuhan KMK mencapai dua digit atau di atas 10%, terakhir kali terjadi pada Agustus 2024 (10,31% yoy). Sejak itu, kredit modal kerja mengalami tren perlambatan. Bahkan pertumbuhan Juli 2025 adalah yang terendah sejak September 2021 yang mencapai 2,74% yoy. Ketika itu, perekonomian baru mulai bergerak usai pandemi COVID-19. Padahal, kredit modal kerja merupakan segmen dengan nilai outstanding terbesar.

KMK erat kaitannya dengan kegiatan produksi dan perdagangan sehari-hari. Kalau pertumbuhannya melambat, bisa menjadi sinyal kelesuan aktivitas bisnis. Bisa jadi para perusahaan tidak menambah banyak stok barang atau bahkan mengurangi skala produksi karena permintaan lesu. Mungkin juga mereka menahan diri untuk tidak mengambil kredit jangka pendek ini, karena merasa ekonomi belum stabil dan pasar berisiko.

Pertumbuhan kredit konsumsi juga terus melambat sejak Maret 2025. Setelah tumbuh 10,16% yoy pada Februari 2025, kredit konsumsi terus mengalami perlambatan dan belum pernah lagi mencapai dua digit. Pada Juli 2025, pertumbuhannya tercatat 8,01% yoy.

Perlambatan KMK dan kredit konsumsi memberikan sinyal pelemahan dari sisi konsumsi dan produksi.

Sejatinya, kredit berperan sebagai bahan bakar utama pertumbuhan. Saat bank menyalurkan kredit, perusahaan bisa menambah modal kerja untuk produksi, masyarakat bisa membeli kebutuhannya, dan pemerintah bisa membiayai proyek strategis lewat dunia usaha. Jadi, kalau kredit melambat, otomatis mesin penggerak ekonomi juga kurang bergairah.

Perlambatan semua jenis kredit secara bersamaan inilah yang sepertinya coba dihindari oleh pemerintah. Apalagi Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 8% paling lambat pada tahun 2029.

Untuk menghindari kemungkinan buruk itu, pemerintah menggelontorkan Rp200 triliun ke Himbara. Bukan dana gratis, melainkan berupa simpanan yang mudah dicairkan. Injeksi dana tersebut diharapkan dapat memulihkan laju mesin ekonomi, sehingga turut mendorong target yang ditetapkan oleh pemerintah.

Meski pemberian kredit berpotensi lebih longgar karena tumpukan dana murah, pemerintah mengingatkan agar para anggota Himbara tetap berhati-hati dan penuh perhitungan saat meloloskan kredit. Menkeu Purbaya berpesan agar penyalurannya tidak memicu kenaikan kredit bermasalah (non-performing loan, NPL) di kemudian hari.

“Perbankan harusnya cukup pintar [dalam memilih debitur]. Kalau mereka kasih pinjaman tidak hati-hati, ya NPL, ya harusnya mereka dipecat,” ujar Purbaya dikutip Bloomberg Technoz.

Saat ini, kondisi sektor perbankan Indonesia sebenarnya terbilang stabil. Menurut data Bank Indonesia, pada kuartal II-2025, rasio kecukupan modal (capital adequate ratio, CAR) berada di atas 22%, sementara NPL Gross3 kredit total terjaga di angka 2,2%. Posisi ini masih di bawah batas aman 5% yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

3. NPL gross adalah rasio total kredit bermasalah (mulai dari kualitas kurang lancar, diragukan, hingga macet) dibandingkan dengan total keseluruhan kredit yang disalurkan oleh bank.

NPL pada ketiga jenis kredit tersebut juga tampak bergerak relatif stabil sepanjang lima tahun terakhir. Pada Juni 2025, NPL tertinggi tercatat ada di KMK (2,8%), konsumsi (2,3%), disusul investasi (1,4%).

Injeksi dana Rp200 triliun ke bank Himbara diharapkan tidak hanya mengungkit pertumbuhan kredit, tetapi juga diarahkan ke sektor-sektor produktif yang risiko NPL terkelola. Bank harus menyeimbangkan dorongan ekspansi kredit dengan manajemen risiko agar pertumbuhan kredit tidak diikuti lonjakan NPL.

Menghitung Efek Pengganda Kredit Sektoral

NEXT Indonesia Center melakukan simulasi sederhana untuk mencari sektor usaha yang berpotensi memberikan multiplier effect (efek pengganda) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tinggi saat dikucurkan kredit. Penghitungan multiplier effect sektor-sektor tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Sinkronisasi sektor usaha di PDB sesuai publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dengan definisi kredit sektoral yang dipublikasikan oleh Ortoritas Jasa Keuangan (OJK). BPS Membagi lapangan usaha menjadi 17 sektor, sedangkan OJK membagi kredit sektoral menjadi 18. Setelah dilakukan sinkronisasi, NEXT Indonesia Center mendapati ada 14 Sektor yang setara untuk dilakukan analisis.

2. Tahap selanjutnya adalah menghitung perubahan outsanding kredit, serta perubahan PDB harga konstan setiap tahun dalam rentang periode 2014-2024. Sebagai catatan, tahun 2020 diabaikan lantaran terjadi anomali akibat pandemi COVID-19.

3. Tahap terakhir adalah menghitung dampak perubahan PDB harga konstan di setiap sektor yang diakibatkan oleh perubahan nilai outstanding kreditnya (asumsi cateris paribus) atau menghitung multiplier kredit terhadap PDB. Nilai multiplier kredit menunjukkan berapa besar tambahan PDB suatu sektor akibat perubahan kredit.

Hasil penghitungan menunjukkan ada delapan sektor dengan nilai multiplier kredit yang lebih dari 1. Sektor jasa pendidikan ada di posisi teratas dengan nilai 9,48. Artinya, tambahan kredit Rp1 pada sektor ini akan menambah Rp9,48 pada PDB.

Total ada delapan sektor yang mencatatkan nilai multiplier kredit di atas 1. Sektor-sektor tersebut dapat dianggap sebagai sasaran yang mesti diamati oleh bank-bank Himbara untuk pengucuran kredit.

Akan tetapi, nilai multiplier kredit saja tidak cukup. Himbara juga perlu memerhatikan seberapa besar daya ungkit PDB masing-masing sektor tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi. Kredit besar ke sektor dengan daya ungkit rendah akan sulit mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, meski nilai multiplier sektor tersebut tinggi.

Melalui penelusuran data Badan Pusat Statistik (BPS), NEXT Indonesia Center memetakan delapan sektor dengan daya ungkit PDB sektoral yang tinggi dan menjadi penggerak utama pertumbuhan perekonomian nasional.Rinciannya disampaikan pada tabel di bawah ini.

Berikutnya, NEXT Indonesia Center juga memerhatikan besaran kredit yang dikucurkan perbankan terhadap masing-masing lapangan usaha, porsinya terhadap total kredit, juga pertumbuhannya secara tahunan Daya Ungkit PDB Sektoral Bagi Perekonomian (yoy). Data ini dapat menunjukkan preferensi perbankan dalam memberikan kredit, sekaligus lapangan usaha yang dipandang potensial, sehingga pertumbuhan kreditnya terbilang tinggi.

Setelah mengetahui delapan sektor dengan multiplier tertinggi, delapan sektor dengan kontribusi terhadap PDB tertinggi, dan delapan sektor dengan porsi kredit lapangan usaha tertinggi, NEXT Indonesia Center melihat ada lima sektor usaha yang selalu muncul dan memiliki nilai besar dalam ketiga data tersebut. Lima sektor itulah yang menurut perhitungan kami dapat dijadikan sebagai sasaran utama kredit bank-bank Himbara guna memaksimalkan dana SAL yang masuk tersebut.

Sektor-sektor tersebut adalah industri pengolahan; perdagangan; Posisi Kredit Rupiah & Valas yang Diberikan Bank Umum & BPR Berdasarkan Sektor Usaha pertanian, kehutanan dan perikanan; transportasi, pergudangan, informasi dan komunikasi; serta real estat dan jasa perusahaan. Lima sektor ini berpotensi memberikan keuntungan yang relatif besar bagi pemberi kredit. Selain itu, peningkatan kredit pada sektor-sektor tersebut bisa ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

Dari sisi keamanan kredit, kelima sektor tersebut juga menunjukkan performa yang baik. NPL gross masing-masing sektor usaha juga berada pada tingkat yang aman, di bawah 5%, dalam tiga tahun terakhir.

Kredit Investasi atau Modal Kerja?

Selanjutnya NEXT Indonesia Center coba melihat jenis kredit seperti apa yang sebaiknya diberikan kepada lima sektor prioritas kredit. Lagi-lagi, agar sektor pilihan yang mendapatkan kucuran pinjaman memberikan efek maksimal.

Untuk mengingatkan, lima sektor dari hasil simulasi yang mampu memberikan dampak maksimal terhadap perekonomian serta dengan risiko minim adalah: industri pengolahan; perdagangan; pertanian, kehutanan dan perikanan; transportasi, pergudangan, informasi dan komunikasi; serta real estat dan jasa perusahaan.

Data Bank Indonesia memperlihatkan bahwa setiap lapangan usaha memiliki preferensi kredit, yang bisa menunjukkan pola bisnis mereka masing-masing. Sebagai contoh, dalam lima tahun terakhir, industri pengolahan mengambil jenis kredit modal kerja yang selalu jauh lebih besar daripada kredit investasi.

Hal itu menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan lebih membutuhkan dana untuk produksi dan kebutuhan sehari-hari ketimbang investasi jangka panjang.

Sektor tersebut berbeda dengan sektor transportasi dan pergudangan, informasi dan komunikasi, yang lebih banyak mengambil kredit investasi daripada kredit modal kerja. Sektor ini lebih membutuhkan dana untuk belanja barang modal dalam rangka ekspansi bisnis.

Berikutnya, NEXT Indonesia Center juga menghitung, dari setiap sektor prioritas tersebut, jenis kredit apa yang bisa menghasilkan multiplier (efek pengganda) kredit lebih besar: investasi atau modal kerja? Karena masalah ketersediaan data, penghitungan multiplier kredit dilakukan menggunakan data dari 2016-2024, juga tanpa memperhitungkan data tahun 2020 karena masa pandemi.

Multiplier kredit modal kerja dan investasi kemudian dikoreksi oleh komposisi kredit dari masing-masing sektor untuk kedua jenis kredit tersebut. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Dari gambaran tabel di atas, NEXT Indonesia Center memperkirakan kredit modal kerja lebih akan memberikan multiplier lebih besar bila disalurkan ke sektor usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; serta real estat, jasa perusahaan. Sementara sektor industri pengolahan serta transportasi dan pergudangan, informasi dan komunikasi akan menghasilkan multiplier yang lebih besar bila dipasok kredit investasi.

Dukungan Paket Stimulus

Pada akhirnya, indikator yang ingin disasar pemerintah adalah kinerja ekonomi nasional. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, derasnya kucuran kredit bagi pengusaha dari perbankan saja tidak akan cukup.

Peningkatan produktivitas dunia usaha tentu terbatas mendorong tingkat penawaran (supply). Pada saat bersamaan, jika tingkat permintaan (demand) tidak terurus atau lesu, perputaran ekonomi tidak akan terjadi.

Karena itu, paket stimulus berkode “17-8-45” yang diperkenalkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto perlu disambut baik. Secara total, ada 17 paket stimulus yang menurutnya akan menopang industri, daya beli masyarakat, sekaligus menjaga ketahanan ekonomi nasional.

“Ini adalah 17 paket, 8 sekarang, 4 dilanjutkan, 5 andalan. Jadi 17, 8, 45, 80 tahun Indonesia merdeka,” Dukungan Paket Stimulus kata Airlangga dikutip Kumparan. “Tujuannya agar sektor riil bisa bergerak. Kalau sektor riil bergerak tentu pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja terdampak.”

Total anggaran untuk paket stimulus ini mencapai Rp16,23 triliun. Salah satu bentuk program yang akan dijalankan adalah pemerintah akan menanggung pajak penghasilan (PPh 21) bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp10 juta per bulan. Kebijakan ini membuat pekerja tidak lagi kehilangan Rp400 ribu–Rp600 ribu per bulan karena potongan pajak sehingga mereka lebih leluasa berbelanja.

Paket stimulus tersebut sekaligus menjaga keseimbangan antara tingkat permintaan dan penawaran, serta pasokan barang dan daya serap pasar. Dengan harapan, perekonomian akan terus menggeliat, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Related Articles

blog image

Ribuan Triliun Potensi Pajak Menguap dari Misinvoicing Impor

Manipulasi faktur impor senilai Rp10.080 triliun terdeteksi, negara rugi pajak besar dari komoditas telepon pintar dan minyak olahan.

Selengkapnya
blog image

Potensi Manipulasi Tagihan Ekspor Impor Emas

Data perdagangan emas 2015–2024 ungkap potensi misinvoicing ekspor-impor dengan mitra utama. Nilainya miliaran dolar, berisiko jadi jalur dana gelap.

Selengkapnya
blog image

Pengemplang Pajak Wajib Dikejar, Pengusaha Curang Jangan Dilupakan

Potensi kebocoran pajak lewat trade misinvoicing capai Rp2.200 triliun per tahun, jauh lebih besar dari tunggakan.

Selengkapnya