Research  By Editorial Desk

Hati-Hati Arus Modal Asing

30 November, 2025

Modal asing keluar Rp182,5 triliun pada 2025. Defisit APBN dan tekanan peringkat kredit picu kekhawatiran pasar dan menguji kepercayaan investasi.

Ilustrasi uang tersedot vakum cleaner - NEXT Indonesia Center

Keterangan foto: Ilustrasi uang tersedot vakum cleaner

DOWNLOADS


Cover NExt Review Hati-Hati Arus Modal Asing.jpeg

Hati-Hati Arus Modal Asing

Download

Ringkasan
• Disiplin Fiskal Menentukan Kepercayaan Investor

Defisit APBN yang terkontrol masih dianggap sehat karena mendukung pertumbuhan dan menjaga minat investor asing pada SBN. Masalah muncul ketika defisit melebar tanpa strategi pembiayaan yang jelas. Pasar menilai risiko fiskal naik, yield meningkat, dan tekanan pada rupiah membesar. Investor asing cenderung keluar lebih cepat saat melihat risiko fiskal yang tidak terkendali.
• Peringkat Kredit Menjadi Penentu Arus Modal Asing
Kenaikan peringkat kredit menarik masuk dana global karena banyak lembaga hanya boleh berinvestasi di aset berperingkat Investment Grade. Penurunan outlook atau rating mendorong outflow karena risiko dipandang meningkat. Peringkat kredit menjadi indikator kunci yang memengaruhi seberapa besar modal asing bersedia masuk ke pasar Indonesia.
• Modal Asing sebagai Barometer Kualitas Kebijakan
Outflow besar sepanjang 2025 memperlihatkan bahwa modal asing sangat sensitif terhadap dinamika global dan domestik. Dampaknya tidak terbatas pada pasar keuangan. Ia merambat ke sektor riil seperti harga impor, suku bunga, dan pembiayaan pembangunan. Penguatan sinergi kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil penting untuk menarik kembali modal berkualitas dan menjaga ketahanan ekonomi nasional.

 

 

NEXT Indonesia Center - Arus modal asing (foreign capital flows) menjadi salah satu indikator paling sensitif untuk membaca “denyut nadi” kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia. Tentu indikator itu masih menyisakan spekulasi, mengingat dana di pasar keuangan mengalir ke mana pun yang mampu memberikan imbal hasil atau keuntungan tebal.

Modal asing bergerak cepat di pasar keuangan. Kadang masuk berduyun-duyun belanja instrumen investasi di Indonesia seperti saham, surat berharga negara atau lainnya. Tiba-tiba bisa saja berbondong-bondong keluar, pindah ke pasar Amerika Serikat ketika ada instrumen investasi yang dinilai lebih menggiurkan.

Selain soal imbal hasil, dinamika politik, nilai tukar, kebijakan pemerintah, termasuk faktor yang jadi pertimbangan arah pergerakan di pasar keuangan.

Para investor mempertimbangkan beragam alasan itu sebelum mengambil keputusan: jual atau beli portofolionya. Mungkin juga malah pindah instrumen investasi.

Sepanjang tahun berjalan 2025 atau biasa disebut year to date (ytd) –awal Januari hingga 20 November–, para investor asing cenderung pamit sementara dari pasar Indonesia. Indikasinya dilihat dari aliran modal ke luar bersih atau net capital outflow yang dicatat Bank Indonesia, yakni mencapai Rp182,5 triliun.

Dibandingkan periode yang sama dalam enam tahun terakhir, tahun 2025 merupakan salah satu episode outflow atau aliran modal keluar terbesar yang pernah dialami Indonesia. Bahkan lebih besar dari era pandemi Covid-19 ketika Rp135,8 triliun modal asing keluar dari pasar keuangan Indonesia pada Januari-November 2020.

Porsi terbesar dana yang minggat pada periode tersebut berasal dari instrumen jangka pendek Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yakni Rp143,8 triliun. Pasar saham menyusul dengan outflow sebesar Rp32,2 triliun, lalu Surat Berharga Negara (SBN) yang minus Rp6,5 triliun.

Meskipun tren kumulatifnya adalah outflow, tetap tercatat ada aliran modal masuk (inflow) pada beberapa periode, seperti pekan ketiga November 2025 sebesar Rp2,3 triliun, yang didominasi oleh beli bersih di pasar saham dan SBN. Namun, aliran masuk ini belum mampu menutupi total aliran dana keluar yang terjadi sepanjang tahun.

Fluktuasi nilai tukar, capital outflow, pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), atau kenaikan yield1 obligasi bukan hanya urusan “orang kaya” atau pasar modal maupun investor. Guncangan yang terjadi pada pasar keuangan, pada akhirnya akan berdampak pada kegiatan ekonomi sehari-hari.

1. Persentase imbal hasil atau keuntungan dari sebuah investasi.

Pada publikasi ini NEXT Indonesia Center memaparkan peran penting arus modal di pasar portofolio dan pengaruhnya terhadap sistem keuangan Indonesia serta kehidupan masyarakat pada umumnya. Kami petakan juga faktor-faktor apa saja yang menyebabkan modal itu masuk atau keluar.

Daya Kejut Arus Modal

Pasar saham, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan Surat Berharga Negara (SBN) pada dasarnya adalah pasar keuangan tempat investor berinvestasi atau menanamkan modalnya. Pasar tersebut sekaligus menjadi instrumen yang digunakan negara/Bank Indonesia/perusahaan untuk mengelola ekonomi dan menghimpun dana. Kehadiran beragam pasar keuangan itu tentu memiliki beragam tujuan.

SRBI merupakan surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan bank sentral sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Tenor (periode waktu untuk melunasi utang) SRBI biasanya 6-12 bulan, bahkan mungkin lebih pendek. Kegunaan utamanya untuk mengatur jumlah uang beredar, mengelola suku bunga jangka pendek, menstabilkan nilai rupiah, dan sebagai instrumen bagi bank dan investor besar untuk menyimpan sementara dana mereka.

Sementara SBN adalah instrumen utang yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia untuk membiayai pembangunan nasional. Ketika seseorang membeli SBN, dia pada dasarnya meminjamkan uang kepada negara dan akan menerima imbal hasil secara berkala serta pengembalian pokok saat jatuh tempo. Keunggulan SBN adalah tingkat keamanannya yang relatif tinggi lantaran dijamin oleh pemerintah. Jangka waktunya bisa 10 tahun.

SBN kerap dirilis oleh pemerintah untuk menutupi lubang defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanda Negara (APBN). Penerbitan SBN dalam berbagai bentuknya—Obligasi Negara Ritel (ORI), Savings Bond Retail (SBR), dan Sukuk Ritel (SR)—membantu mencegah terjadinya kemacetan pembangunan.

Terakhir, saham adalah instrumen penyediaan modal (ekuitas) bagi perusahaan yang menciptakan peluang mendapatkan penghasilan bagi para investor. Secara sederhana, perusahaan akan coba menarik perhatian investor untuk membantu mengembangkan usaha mereka dengan imbalan keuntungan (dividen) di masa depan.

Kegiatan jual-beli SRBI, SBN, dan saham itulah yang menciptakan arus modal, baik dari investor domestik maupun asing, dalam pasar keuangan. Arus modal adalah pergerakan dana, aset finansial, atau investasi antara satu negara dengan negara lain. Pergerakan ini bisa dilakukan oleh investor perorangan, perusahaan, maupun pemerintah.

Peran arus modal amat penting dalam menjaga stabilitas makro-finansial Indonesia. Dalam struktur pembiayaan domestik, aliran modal asing memberikan pengaruh besar terhadap gejolak atau volatilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil obligasi pemerintah, maupun likuiditas pasar modal.

Bagan di bawah ini dapat memberikan gambaran posisi penting modal asing (foreign capital). Termasuk, dampaknya bagi masyarakat seandainya modal asing tersebut keluar dari Indonesia secara besar-besaran.

Alur Transmisi Dampak Foreign Capital Outflow

Secara sederhana bisa dijelaskan bahwa jika investor asing menarik dana mereka secara besar-besaran, nilai tukar rupiah akan tertekan. Para investor asing akan menukar rupiah yang ditarik dari pasar keuangan dengan mata uang asing, biasanya dolar Amerika Serikat. Akibatnya, nilai tukar rupiah jadi melemah.

Merosotnya nilai tukar itu tentunya berdampak kepada para importir barang. Mereka butuh lebih banyak rupiah untuk membayar barang yang dipesan dari luar negeri. Beban kurs tersebut akan ditutupi oleh importir dengan menaikkan harga barang saat dipasok di pasar.

Pengaruh keluarnya modal asing terasa dengan tren naiknya kurs rupiah terhadap dolar AS sejak awal tahun 2025, dari Rp16.162 pada akhir Desember 2024 menjadi Rp16.732 per dolar AS pada pertengahan November 2025. Nilai tukar rupiah tersebut bahkan menjadi yang terlemah sepanjang sejarah. Situasi ini menunjukkan tekanan terhadap rupiah semakin berat seiring berjalannya waktu.

Derasnya arus modal asing yang keluar juga menggerus cadangan devisa, salah satu pilar terpenting dalam menjaga stabilitas dan ketahanan ekonomi sebuah negara. Cadangan devisa, aset yang umumnya berupa mata uang asing, emas, dan Special Drawing Rights (SDR), dapat diibaratkan sebagai “tabungan darurat” yang wajib dimiliki oleh bank sentral. Fungsi paling krusialnya adalah menjaga stabilitas nilai tukar mata uang negara.

Setiap ada gejolak terhadap nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, biasanya Bank Indonesia menggelontorkan cadangan devisa untuk meredamnya. Hal itu tampak pada data BI yang menunjukkan, setelah sempat mencapai US$157,1 miliar pada Maret 2025, cadangan devisa mengalami tren penurunan hingga mencapai US$148,7 miliar pada September. Berikutnya naik tipis menjadi US$149,9 miliar pada Oktober.

“Kalau kita lihat dalam 2 bulan terakhir ini karena outflow yang begitu besar, sehingga menyebabkan kita harus menggunakan cadangan divisa untuk melakukan intervensi, termasuk juga adanya pembayaran untuk dividen, repatriasi dan juga untuk pinjaman,” tutur Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, dikutip Kontan (22/10/2025).

Kebutuhan untuk intervensi tentu saja menggerus cadangan devisa. Namun data BI menunjukkan jumlahnya masih dalam posisi sangat aman.

Menurut standar kecukupan internasional, cadangan devisa sebuah negara minimal dapat membiayai tiga bulan impor. Posisi cadangan devisa di BI pada akhir Oktober 2025 mencapai US$149,9 miliar, setara dengan pembiayaan enam bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Bagaimana dengan pasar saham? Ketika modal asing keluar, dana yang masuk ke bursa saham Indonesia berkurang atau malah terbalik menjadi penjualan bersih asing. Kondisi ini membuat likuiditas di pasar saham menipis dan valuasinya rentan koreksi karena “pembeli asing” menjadi lebih sedikit.

Akan tetapi, meski outflow dana asing sangat besar pada September, dan kondisi makro serta politik domestik tidak ideal, IHSG justru sempat rebound dan mencetak rekor di November. Ini menunjukkan faktor domestik dan teknikal, seperti likuiditas dalam negeri, investor ritel, dan sentimen tertentu, masih cukup kuat. Intinya, bursa saham di dalam negeri masih menggiurkan.

Jadi, pengaruh outflow tidak otomatis membuat IHSG anjlok drastis, namun menambah risiko upside2 terbatas dan menambah volatilitas.

2. Potensi keuntungan atau peningkatan nilai yang bisa didapatkan dari suatu investasi saham. Upside saham diukur sebagai selisih antara harga saat ini dengan harga target di masa depan, seringkali dinyatakan dalam persentase.

Investasi Favorit Warga Asing

Dalam lanskap pasar keuangan Indonesia, Surat Berharga Negara (SBN), saham, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sama-sama menjadi tujuan investasi bagi modal asing. Namun, ada instrumen yang lebih diminati, ada yang sifatnya pelengkap, dan ada pula yang hanya menarik ketika kondisi makro sedang bersahabat.

Data historis membuktikan asumsi tersebut. Karena itu, untuk memahami perilaku modal asing di Indonesia, tak hanya dana keluar-masuk yang ditengok, tetapi juga ke mana dana tersebut mengalir ketika masuk serta ke mana mengalir saat ketika keluar.

Dari sinilah terlihat bahwa SBN berada pada puncak preferensi, saham berada di tengah dengan dinamika yang naik turun, dan SRBI menempati posisi sebagai instrumen yang disukai hanya ketika momentum tepat. Alasannya sederhana: surat utang pemerintah dianggap sebagai aset paling aman yang dapat dibeli di Indonesia.

Risiko gagal bayar rendah, pasar obligasinya besar dan likuid, dan imbal hasilnya jauh lebih tinggi daripada obligasi negara maju. Inilah kombinasi yang dicari investor global—aman, tetapi tetap memberi imbal hasil relatif besar.

Tak berlebihan jika SBN Indonesia masuk dalam berbagai indeks obligasi dunia, seperti JP Morgan Government Bond-Emerging Market Index (GBI-EM). Setiap kali dana global masuk ke indeks tersebut, sebagian mengalir ke SBN. Karena itu, dalam kondisi normal, SBN menjadi magnet terbesar bagi modal asing. Bahkan ketika saham dan SRBI bergejolak, investor asing biasanya tetap menyimpan porsi tertentu di SBN sebagai jangkar portofolio mereka.

Porsi kepemilikan asing terhadap SBN paling besar terjadi pada Januari 2018 ketika mencapai 41,29%. Akan tetapi trennya menurun bahkan anjlok mulai akhir 2019, bertepatan dengan pandemi Covid-19. Posisi terakhir pada Oktober 2025, ada 13,58% SBN yang dimiliki oleh warga asing, dengan nilai Rp878 triliun.

Berbeda dengan SBN, saham memiliki daya tarik tersendiri, tetapi tidak sekuat obligasi pemerintah. Saham Indonesia diminati, antara lain karena banyak perusahaan besar—khususnya perbankan, telekomunikasi, dan energi—memberikan dividen tinggi dan memiliki pertumbuhan yang menarik.

Namun, pasar saham jauh lebih sensitif terhadap perubahan sentimen global maupun domestik. Gejolak politik, perubahan kebijakan, dan fluktuasi rupiah sangat cepat tercermin dalam pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Investor asing biasanya masuk ke saham ketika kondisi sedang cerah, tetapi tidak segan keluar ketika ketidakpastian meningkat. Peran investor domestik yang semakin besar dalam beberapa tahun terakhir juga membuat saham tidak lagi menjadi tempat utama modal asing seperti sebelum 2020. Karena itu, saham berada di posisi kedua—diminati, tetapi gairahnya tidak sekuat SBN.

Grafik di atas menunjukkan betapa volatilnya perdagangan saham. Para investor tampak bisa dengan cepat keluar masuk bursa. Kontribusi investor asing pada bursa Indonesia mencapai 30,04% per Oktober 2025, dengan nilai Rp346.192 triliun. Nilai tersebut turun dari Rp404.757 triliun sepanjang September, yang berkontribusi 40,13% terhadap total nilai perdagangan saham pada bulan itu. Sementara, hingga 14 November 2025, investor asing telah menanamkan modal Rp129.822 triliun.

SRBI menempati posisi yang berbeda. Instrumen ini relatif baru dan lebih mirip “tabungan jangka pendek” bagi investor besar. Pada awalnya, SRBI sangat diminati asing karena imbal hasil tinggi dan durasinya pendek, sehingga mudah masuk keluar.

Mengingat sifatnya yang jangka pendek, SRBI sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga dan nilai tukar. Begitu imbal hasil turun atau risiko meningkat, investor asing langsung menarik dana dalam jumlah besar.

Fenomena ini tampak jelas pada 2025, ketika SRBI menjadi kanal pelarian modal terbesar. Pada enam bulan terakhir 2025, tren kepemilikan SRBI oleh investor asing menurun dari Rp234,2 triliun pada Maret menjadi Rp90,8 triliun pada September.

Grafik di bawah ini memperlihatkan pergerakan arus modal asing secara mingguan di pasar keuangan Indonesia. Tampak bahwa sepanjang 45 pekan perdagangan hingga November 2025, SRBI hanya mencatatkan capital inflow dalam 10 pekan.

Jadi, preferensi investor asing, juga umumnya investor, berbeda-beda. Bagi investor, SBN dengan segala keunggulannya adalah sebuah rumah utama bagi dana mereka. Peluang keuntungan cepat dari saham menjadi daya tarik tersendiri, tetapi penempatan dananya akan dilakukan dengan penuh perhitungan. Sementara SRBI adalah tempat persinggahan singkat, yang mudah ditinggalkan jika tanda bahaya menyala.

Struktur preferensi ini menjelaskan pergerakan modal asing yang tidak seragam di setiap instrumen, sehingga menimbulkan dampak berbeda terhadap perekonomian. SBN menentukan biaya utang pemerintah, saham memengaruhi pendanaan perusahaan, dan SRBI mencerminkan sensitivitas arus modal jangka pendek terhadap kebijakan moneter.

Melihat ini semua, jelas bahwa modal asing bukan hanya “uang yang masuk”, tetapi juga cermin bagaimana dunia memandang risiko investasi di Indonesia.

Beragam Faktor yang Memengaruhi Arus Modal

Arus modal asing—baik yang masuk (inflow) maupun yang keluar (outflow)—tidak pernah bergerak secara acak. Ia mengikuti pola yang dibentuk oleh berbagai faktor ekonomi, politik, dan persepsi risiko yang berkembang di tingkat global maupun domestik. Perubahan kecil pada suku bunga Amerika Serikat, pergeseran tensi geopolitik, atau penilaian lembaga pemeringkat internasional dapat menggerakkan miliaran dolar hanya dalam hitungan hari.

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, memahami faktor-faktor ini menjadi penting, karena aliran modal asing sangat berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan, dan kemampuan pemerintah membiayai pembangunan.

Di bawah ini adalah sejumlah faktor kunci yang kerap menentukan arah modal asing. Masing-masing memiliki mekanisme tersendiri dalam membentuk persepsi investor global dan memengaruhi keputusan mereka untuk masuk atau keluar dari pasar keuangan Indonesia.

1. Geopolitical Risk Index (GPR)

GPR mengukur tingkat ketegangan global—mulai dari perang, ancaman terorisme, konflik regional, hingga krisis diplomatik. Ketika indeks ini naik, investor global cenderung menjauhi negara berkembang dan memindahkan dana ke aset aman seperti emas, dolar AS, atau obligasi negara maju. Artinya, meskipun Indonesia tidak sedang berkonflik, kenaikan GPR dunia tetap dapat memicu capital outflow dari pasar keuangan domestik karena investor mengurangi portofolio yang dianggap berisiko tinggi.

Kondisi GPR juga memengaruhi volatilitas pasar keuangan Indonesia melalui persepsi risiko. Dalam periode geopolitik memanas, pasar negara berkembang biasanya terkena risk-off sentiment: yield obligasi naik, rupiah tertekan, dan investor asing mengurangi eksposur di SBN, saham, dan instrumen jangka pendek. Sebaliknya, ketika GPR mereda dan stabilitas dunia membaik, arus modal perlahan kembali masuk, terutama ke instrumen dengan imbal hasil tinggi seperti SBN Indonesia.

2. Spread Interest Rate Indonesia vs Amerika Serikat

Spread interest rate adalah selisih antara suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) dengan suku bunga acuan Federal Reserve AS (Fed Fund Rate). Selisih tersebut merupakan penentu utama bagi investor yang berburu imbal hasil. Spread yang lebar (suku bunga Indonesia jauh lebih tinggi daripada AS) akan menarik capital inflow, karena investor asing dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar di Indonesia, meskipun telah mempertimbangkan risiko nilai tukar.

Sebaliknya, spread yang menyempit atau bahkan terbalik (suku bunga AS mendekati atau melampaui Indonesia) akan memicu capital outflow. Oleh karena itu, BI sering menaikkan suku bunga untuk mempertahankan spread yang cukup menarik, terutama ketika The Fed sedang agresif menaikkan suku bunga, sebagai upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik.

Spread positif 0,75% pada Oktober 2025 menunjukkan bahwa berinvestasi di aset berdenominasi Rupiah (seperti SRBI atau SBN) menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan aset dolar AS. Investor asing yang melakukan carry trade (meminjam dengan bunga rendah, menginvestasikan dengan bunga tinggi) akan tertarik untuk menanamkan modal di Indonesia selama selisih imbal hasilnya lebih tinggi dibandingkan biaya dan risiko nilai tukar.

3. Yield SBN vs US Treasury

Yield merupakan imbal hasil yang diterima investor saat membeli obligasi. Ketika yield SBN jauh lebih tinggi dibanding US Treasury, investor asing tertarik menaruh dana di Indonesia karena imbal hasil yang lebih besar. Selama risiko dianggap terkendali, perbedaan yield yang lebar menjadi magnet utama inflow asing. Ini menjadi salah satu alasan mengapa SBN sering menjadi instrumen favorit investor global pada periode stabil.

Namun, jika US Treasury naik atau yield SBN turun, spread imbal hasil menyempit dan modal asing berpotensi keluar. Bahkan tanpa perubahan kondisi domestik, kenaikan kecil pada yield obligasi AS dapat memicu pergeseran dana secara global. Hal ini terjadi karena US Treasury dianggap sebagai aset paling aman di dunia. Banyak episode capital outflow di Indonesia dipicu oleh kenaikan yield US Treasury, termasuk pada periode tekanan global 2013, 2018, dan kembali pada 2025.

Per 17 November 2025, yield SBN 10 tahun adalah 6,1%, sementara US Treasury Bond 10 tahun 4,1%.

4. Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Inflasi

Inflasi mengukur kenaikan harga barang dan jasa, yang tercermin dalam Indeks Harga Konsumen (IHK). Inflasi yang tinggi dan tidak terkendali di Indonesia dapat memicu capital outflow. Investor asing, terutama yang berinvestasi di instrumen pendapatan tetap (obligasi), peduli pada real return (imbal hasil setelah dikurangi inflasi). Inflasi yang tinggi akan mengikis real return mereka, membuat investasi Rupiah menjadi kurang menarik dibandingkan negara lain dengan inflasi yang lebih rendah.

Sebaliknya, inflasi yang rendah dan stabil menandakan kesehatan dan stabilitas ekonomi domestik, yang membuat BI memiliki lebih banyak ruang untuk tidak menaikkan suku bunga secara drastis, sehingga mendorong capital inflow. Namun, jika inflasi menjadi terlalu rendah (atau bahkan deflasi), hal ini dapat mengindikasikan melemahnya permintaan dan perlambatan ekonomi, yang juga dapat direspons negatif oleh investor asing. Oleh karena itu, BI berusaha menjaga inflasi pada target yang sehat (misalnya 2–4%).

5. Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran (current account) mencerminkan apakah Indonesia sebagai negara sedang menerima dana dari luar atau justru mengeluarkan dana ke luar negeri melalui transaksi perdagangan, jasa, pendapatan, dan finansial. Jika current account surplus atau defisitnya kecil, investor asing menilai ekonomi lebih stabil karena kebutuhan pembiayaan eksternal tidak terlalu besar. Hal ini menciptakan iklim kondusif bagi masuknya modal.

Sebaliknya, defisit neraca transaksi berjalan yang melebar membuat investor khawatir Indonesia harus mencari pembiayaan eksternal dalam jumlah besar. Kondisi ini meningkatkan risiko depresiasi rupiah, terutama jika defisit tersebut disertai aliran modal keluar alias capital outflow. Pada momen seperti ini, investor asing sering memilih keluar terlebih dahulu untuk menghindari penurunan nilai investasi mereka akibat pelemahan kurs. Dengan demikian, stabilitas neraca pembayaran menjadi fondasi yang sangat penting bagi arus modal jangka panjang.

6. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi, yang diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB) adalah indikator utama prospek keuntungan masa depan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan berkelanjutan akan menarik capital inflow, khususnya dalam bentuk investasi asing langsung (FDI) dan investasi portofolio di pasar saham. Investor asing ingin menanamkan modal di negara yang memiliki potensi pasar yang berkembang pesat dan pendapatan perusahaan yang terus meningkat.

Sebaliknya, ketika pertumbuhan ekonomi melemah, investor menilai potensi keuntungan menurun dan risiko meningkat. Hal ini biasanya membuat aliran modal masuk berkurang atau bahkan berubah menjadi arus keluar. Di Indonesia, perlambatan ekonomi global atau domestik sering memperburuk minat investor asing karena banyak sektor, khususnya manufaktur dan komoditas, sangat sensitif terhadap siklus ekonomi dunia.

7. Defisit APBN

Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan bahwa belanja pemerintah melebihi pendapatan negara dan harus ditutup melalui utang, termasuk dengan menerbitkan SBN. Defisit yang moderat dan dikelola dengan baik biasanya dianggap sehat karena mendukung pertumbuhan ekonomi. Investor asing tidak keberatan selama manajemen utangnya kredibel dan arah kebijakan fiskal konsisten. Mereka bahkan bersedia masuk ke pasar obligasi ketika yield tinggi dan risiko fiskal terkendali.

Namun, defisit yang melebar tanpa kejelasan strategi pembiayaan atau peningkatan belanja yang dianggap tidak produktif dapat menurunkan kepercayaan investor. Ketika pasar menilai pemerintah harus menerbitkan terlalu banyak SBN untuk menutup defisit, yield berpotensi naik dan tekanan pada rupiah meningkat. Di sinilah investor asing sering keluar terlebih dahulu untuk menghindari risiko fiskal yang membesar. Karena itu, disiplin fiskal sangat berpengaruh terhadap arus modal asing.

8. Peringkat Kredit (S&P, Moody’s, Fitch)

Peringkat Kredit yang diberikan oleh lembaga pemeringkat internasional, seperti S&P, Moody’s, dan Fitch, mencerminkan kemampuan dan kemauan suatu negara untuk membayar kembali utangnya secara penuh dan tepat waktu. Kenaikan peringkat kredit (misalnya dari BB+ menjadi BBB- atau Investment Grade) adalah sinyal kuat yang menarik masuknya modal asing secara masif. Ini karena banyak dana pensiun global dan manajer investasi hanya diizinkan untuk berinvestasi pada obligasi yang memiliki peringkat Investment Grade.

Sebaliknya, penurunan outlook atau downgrade langsung meningkatkan risk premium Indonesia. Investor akan meminta imbal hasil lebih tinggi atau memilih keluar karena menilai risiko meningkat. Pada situasi tertentu, penurunan outlook saja dapat memicu outflow karena sinyal bahwa prospek fiskal atau ekonomi melemah. Dengan demikian, peringkat kredit bukan hanya simbol, tetapi instrumen penting yang menentukan besar-kecilnya dana global yang bersedia masuk ke Indonesia.

Menjaga Kepercayaan Investor

Arus modal asing sepanjang Januari–20 November 2025 menunjukkan bahwa stabilitas pasar keuangan Indonesia turut dipengaruhi oleh dinamika global maupun domestik, bukan sekadar janji keuntungan. Dengan nilai neto outflow mencapai Rp182,5 triliun, salah satu yang terbesar dalam enam tahun terakhir, Indonesia kembali diingatkan bahwa kepercayaan investor adalah aset yang harus senantiasa dijaga.

Tekanan pada rupiah, penurunan cadangan devisa, serta volatilitas pada pasar saham dan SBN memperlihatkan bahwa pergerakan modal asing tidak pernah berdiri sendiri. Ia merambat ke sektor riil, memengaruhi harga barang impor, biaya logistik, tingkat suku bunga, hingga kemampuan pemerintah membiayai pembangunan. Modal asing, dengan demikian, bukan sekadar angka arus masuk dan keluar, tetapi barometer yang mencerminkan bagaimana dunia memandang kualitas kebijakan ekonomi Indonesia.

Mengingat kerentanan pasar keuangan terhadap capital outflow yang terbukti signifikan pada tahun 2025, sangat penting bagi pemerintah untuk memperkuat sinergi kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil. Ikhtiar ini dalam rangka meminimalkan dampak negatif dan menarik kembali modal asing dengan kualitas yang lebih baik.

Strategi itu berpotensi mengubah tekanan dari arus modal asing. Dinamikanya bukan sebagai ancaman yang melemahkan, tetapi sebagai katalis yang dapat memperkuat fondasi makro-finansial serta meningkatkan ketahanan ekonomi nasional di tengah lingkungan global yang semakin tidak pasti.

Pada akhirnya, stabilitas pasar keuangan bukan hanya untuk menjaga kepercayaan investor, tetapi untuk memastikan bahwa ekonomi berjalan dengan sehat. Tak kalah pentingnya, turut memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.

Related Articles

blog image

lnvestasi untuk Pertumbuhan Ekonomi

Investasi fisik yang bersifat forward-looking, terarah, dan bernilai besar di berbagai daerah dapat menyokong ambisi pertumbuhan ekonomi nasional 8%.

Selengkapnya
blog image

Sinyal Positif Industrialisasi

Industri pengolahan tumbuh dua triwulan beruntun pada 2025. Jika momentum terjaga, kebangkitan industrialisasi bisa terjadi.

Selengkapnya
blog image

Momentum Peningkatan Tata Kelola Ekspor Emas

Bea keluar ekspor emas 2026 perlu dibarengi perbaikan tata kelola agar mencegah kebocoran ekspor, menjaga pasokan dalam negeri, dan menekan spekulasi.

Selengkapnya