Research  By Editorial Desk

Para Sekutu di Perminyakan

11 Juli, 2025

Ada hubungan unik antara negara-negara besar perminyakan. Secara politik tampak bermusuhan, namun bukan berarti mereka tak bisa saling berdagang.

Ilustrasi meja bundar - Next Indonesia

Keterangan foto: Ilustrasi meja bundar

DOWNLOADS


Cover Next Review Para Sekutu Di Perminyakan.jpg

Para Sekutu di Perminyakan

Download

Ringkasan
• Ancaman Iran blokade Selat Hormuz picu ketegangan global
Ketegangan Iran-Israel dan potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran dikhawatirkan mengganggu 20% pasokan minyak dunia, mendorong lonjakan harga energi global, dan menyeret negara-negara lain ke dalam konflik.
• Peta kekuatan minyak global dikendalikan oleh segelintir negara
Negara-negara di sekitar Teluk Persia menguasai hampir separuh cadangan minyak dunia, sementara Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Rusia adalah tiga produsen terbesar. Konsumen utama minyak dunia adalah AS dan China.
• Perdagangan minyak antarnegara diwarnai kepentingan dan taktik geopolitik
Hubungan minyak antara AS, China, Saudi, dan Iran menunjukkan dinamika unik: China mengimpor minyak murah dari Iran secara sembunyi-sembunyi meski ada sanksi, sementara AS dan Saudi menjaga aliansi politik meski dagang minyak tak dominan.

 

 

NEXT Indonesia - Saat konflik Iran dengan Israel memanas, disusul pengeboman oleh Amerika Serikat (AS) terhadap tiga fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan, dunia mengawasi dengan harap-harap cemas. Ketegangan memuncak ketika pemerintah Iran mengancam untuk menutup Selat Hormuz, satu-satunya jalur pelayaran yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman menuju laut lepas.

Selat Hormuz merupakan jalur perdagangan penting, khususnya minyak dan gas, di dunia. Setiap hari, anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) – Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Irak – mengekspor sebagian besar minyak mentah mereka melalui Selat Hormuz, terutama ke Asia.

Data Badan Informasi Energi Amerika Serikat (Energy Information Administration, EIA) mencatat setiap hari sekitar 20 juta barel minyak atau seperlima dari pasokan minyak dunia, dan sebagian besar gas alam cair (liquified natural gas, LNG) berlayar keluar dari Teluk Arab melewati selat ini.

Sementara, menurut data Pusat Informasi Maritim Gabungan (Joint Maritime Information Centre, JMIC), pada Juni 2024 rata-rata 114 kapal melintasi selat setiap hari. Data hingga pertengahan Juni 2025 juga menunjukkan kesesuaian dengan data tahun lalu. Pada 21 Juni, misalnya, ada 122 kapal yang melintasi selat tersebut.

Oleh karena itu, rencana blokade Iran atau gangguan lain di selat dengan panjang sekitar 167 kilometer (km) dan lebar antara 39 km hingga 97 km ini akan mendorong naik harga energi dan memicu inflasi bahan bakar. Semua itu terjadi karena rantai pasok minyak dunia terganggu seandainya Selat Hormuz tak dapat dilalui.

Menurut Marsetio, guru besar Universitas Pertahanan dan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut dalam tulisan opininya di Kompas.id, tujuan blokade Iran adalah menjadikan perang bereskalasi ke tingkat global. Akibat gangguan rantai pasok minyak, negara-negara lain akan terseret ke dalam perang tersebut.

Firma jasa keuangan global Goldman Sachs, seperti dikutip Reuters, memprediksi harga minyak mentah jenis Brent akan mencapai U $110/barel jika ancaman Iran jadi kenyataan. Asumsi harga tersebut didapat melalui perhitungan yang mengasumsikan bahwa aliran minyak melalui Selat Hormuz akan berkurang setengahnya selama satu bulan dan tetap turun 10% selama 11 bulan berikutnya.

Pemerintah Iran, yang kini dipimpin Ayatollah Ali Khamenei, memang kerap mengancam akan memblokade Selat Hormuz saat merasa terintimidasi. Namun belum ada sejarahnya mereka benar-benar menutup jalur pelayaran penting tersebut, bahkan ketika perang Iran- Irak berkecamuk (1980-1988).

Alasannya, selain karena ada kapal-kapal perang Angkatan Laut AS1 dan sekutunya yang berjaga di seputar Teluk Persia, pemblokiran juga bisa menjadi tindakan bunuh diri bagi Iran. Perekonomian Iran masih tergantung kepada hasil ekspor minyak bumi.

1. Armada Kelima Angkatan Laut AS bermarkas di Bahrain dan bertugas untuk melindungi keamanan AS dan sekutu-sekutunya di Teluk Persia, Laut Merah, Laut Arab, serta sebagian Samudera Hindia.

Bank sentral Iran (Central Bank of Iran, CBI) pada 17 Mei 2025 mengumumkan nilai ekspor minyak mentah pada periode Maret 2024-Maret 2025 (1 tahun kalender Iran2) diprediksi mencapai US$67 miliar, terbesar dalam 10 tahun terakhir. Kenaikan ini menunjukkan volume ekspor minyak mentah Iran justru naik meski sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS), sebagai hukuman untuk proyek pengembangan senjata nuklir yang mereka jalankan, masih diberlakukan.

2. Iran menggunakan Kalender Hijriah Surya, yang didasarkan pada orbit Bumi mengelilingi Matahari. Setiap tahun dimulai pada hari ekuinoks Maret dan memiliki tahun yang terdiri dari 365 atau 366 hari. Kalender ini terkadang juga disebut kalender Shamsi, kalender Khorshidi, atau kalender Persia.

Jadi tak heran jika ancaman penutupan Selat Hormuz sulit untuk benar-benar diwujudkan. Apalagi pada 24 Juni 2025, seperti diumumkan Presiden AS Donald Trump, Iran dan Israel sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Kapal-kapal tanker bebas berlayar melintasi Selat Hormuz tanpa hambatan.

Peristiwa tersebut menunjukkan betapa rentannya rantai pasok energi dunia, terutama minyak dan gas. Gangguan sekecil apa pun di kawasan Timur Tengah bisa menyebabkan berkurangnya pasokan, melonjaknya harga, bahkan mungkin menyeret negara-negara di luar kawasan masuk ke dalam konflik berkepanjangan.

Dalam publikasi kali ini, NEXT Indonesia Center akan membahas mengenai para raja minyak dunia, bagaimana pola hubungan antara mereka, serta apa saja dampak dari tindakan mereka terhadap kebutuhan energi di Indonesia.

Minyak, Kartu Truf Politik Dunia

Minyak telah memainkan peran utama dalam hubungan antarbangsa selama beberapa dekade terakhir. Cadangan dan produksi minyak suatu negara boleh dikata sebagai ”kartu truf” yang bisa menjadi senjata ampuh dalam negosiasi politik dan ekonomi dalam pergaulan internasional.

Krisis minyak pada tahun 19733, yang juga diawali perselisihan antara negara-negara Arab dengan Israel, membuktikan bahwa komoditas energi global ini bisa menjadi alat tawar-menawar politik dan mengubah wajah dunia. Minyak bumi masih menjadi aset yang menggerakkan mesin ekonomi sebuah negara. Karena itu, semua negara selalu menyusun rencana untuk menjamin kecukupan stoknya, keterjangkauan harganya, serta keamanan pasokannya.

3. Sejarah singkat Krisis Minyak 1973 bisa dibaca di Indonesiana.

Saat ini, mengutip data Energy Institute4 dalam ”Statistical Review of World Energy” tahun 2020, Venezuela di Amerika Selatan adalah negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia, yakni mencapai 303,8 miliar barel. Arab Saudi ada di posisi kedua dengan cadangan minyak mentah 297,5 miliar barel, disusul Kanada dengan 168,1 miliar barel.

4. Energy Institute adalah sebuah organisasi profesional yang beranggotakan para pekerja industri energi, dengan fokus pengembangan sistem energi yang aman, terjamin, dan berkelanjutan.

Hal yang perlu diperhatikan adalah lima dari 10 negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia itu berlokasi di Timur Tengah, mengelilingi Teluk Persia. Selain Arab Saudi ada Iran, Irak, Kuwait, dan Uni Emirat Arab (UEA). Mereka menguasai total cadangan minyak sebesar 799,6 miliar barel, atau 46,2% dari cadangan dunia yang tercatat 1.732,4 miliar barel.

Akan tetapi, memiliki cadangan besar tidak selalu bermakna bahwa negara itu dapat memproduksinya secara besar-besaran juga. Menilik data Energy Institute, produsen terbesar minyak bumi saat ini adalah Amerika Serikat. Kilang-kilang negara Paman Sam itu menyedot 20,1 juta barel minyak mentah per hari sepanjang tahun 2024.

Arab Saudi dan Rusia menyusul di bawah AS, masing-masing dengan volume produksi 10,8 juta barel dan 10,7 juta barel per hari. Lagi-lagi, lima dari 10 negara produsen minyak terbesar juga berada di Timur Tengah, yakni Arab Saudi, Iran, Irak, UEA, dan Kuwait. Produksi minyak mereka tercatat total 37,8 juta barel per hari, menguasai 39% total produksi minyak dunia.

Hasil produksi tersebut utamanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan konsumen di dalam negeri. Sisanya baru dikapalkan ke negara-negara mitra dagang mereka.

Hubungan Unik Para Raja Minyak

Konsumen terbesar minyak bumi saat ini adalah Amerika Serikat (AS), yang sepanjang tahun 2024 menghabiskan sekitar 19,0 juta barel minyak dalam sehari. China, negara berpopulasi terbanyak di dunia, menyusul dengan konsumsi 16,4 juta barel minyak per hari. Jadi, setiap hari total konsumsi minyak di AS dan China saja menyedot 34,87% atau lebih dari sepertiga total konsumsi minyak dunia yang mencapai 101,4 juta barel setiap hari.

India, Arab Saudi, dan Rusia melengkapi lima negara dengan konsumsi minyak terbesar dunia. Masing-masing negara tersebut menghabiskan 5,6 juta barel/hari, 3,96 juta barel/hari, dan 3,85 juta barel/hari.

Amerika Serikat bisa disebut sebagai raja minyak dunia. Selain sebagai konsumen terbesar, menurut data UN Comtrade5, nilai ekspor dan impor minyak mentah (kode HS 2709)6 AS selalu masuk deretan tiga besar.

5. UN Comtrade, singkatan dari United Nations Commodity Trade Statistics Database, adalah basis data online komprehensif yang menyediakan statistik perdagangan internasional dalam bidang barang dan jasa.
6. Kode HS 2709 mengacu pada minyak bumi dan minyak yang diperoleh dari mineral bitumen, mentah.

Ekspor minyak mentah AS pada 2024 bernilai US$118,5 miliar dan pada tahun yang sama mengimpor minyak mentah senilai US$174,4 miliar. Bahkan, untuk nilai ekspor maupun impor minyak olahan (kode HS 2710)7, AS berada di urutan teratas, masing-masing senilai US$117,5 miliar dan US$58,7 miliar.

7. Kode HS 2710 mencakup berbagai macam produk dan olahan minyak bumi yang berasal dari mineral bitumen, tidak termasuk minyak mentah.

Sementara raja pengimpor minyak mentah di dunia adalah China. Nilai impornya pada 2024 tercatat US$325,2 miliar, nyaris dua kali lipat dari nilai impor minyak mentah AS. Angka tersebut meliputi sekitar 26,3% dari total nilai impor minyak mentah dunia.

China juga mencatatkan ekspor minyak olahan, nilainya US$41,8 miliar pada 2024. Artinya, Negeri Tirai Bambu itu mengekspor sebagian dari hasil olahan minyak mentah yang diimpornya. Untuk impor minyak hasil olahan, China mendatangkan senilai US$29,3 miliar. Pada tahun 2024, pemasok terbesarnya adalah Rusia senilai US$8,0 miliar dan Malaysia sekitar US$6,9 miliar.

Di dunia perminyakan, bukan hal yang aneh bila sebuah negara menjadi eksportir sekaligus importir minyak bumi. Beragam alasan bisa menjadi penyebabnya, seperti perbedaan kualitas dan jenis minyak mentah, diversifikasi sumber pasokan, hingga perjanjian perdagangan.

Data perdagangan minyak mentah dan olahan dunia menunjukkan hubungan yang unik antara negara- negara besar. Arab Saudi dan Amerika Serikat adalah sekutu dan mitra strategis yang dekat. Mereka telah menjalin hubungan diplomatik sejak 1933 dan semakin akrab sejak Perang Dunia II selesai. AS ingin mengamankan pasokan minyak, sementara Saudi perlu sekutu yang kuat untuk menjaga keamanan di kawasan Timur Tengah yang rentan konflik.

Akan tetapi, untuk urusan minyak, mitra dagang terbesar Saudi bukanlah AS. Pada 2024, mengutip data UN Comtrade, ekspor minyak mentah Saudi ke AS tercatat hanya US$8,4 miliar, sementara minyak olahan lebih kecil lagi, US$2,4 miliar.

China, yang notabene adalah pesaing terberat AS dalam berbagai urusan di dunia, justru menjadi mitra dagang minyak terbesar bagi Arab Saudi. Ekspor minyak mentah Saudi ke China mencapai US$47,9 miliar, atau 14,7% dari total impor minyak China pada 2024. Hanya lebih kecil dari nilai ekspor Rusia ke China yang tercatat US$62,6 miliar (19,2% dari total impor).

Sepertinya panas dingin hubungan AS-China tidak terlalu berpengaruh terhadap kemesraan hubungan dagang Arab Saudi-China. Mungkin bagi Arab Saudi, biarlah keduanya bertikai, yang penting belanja minyaknya tetap ke negara Raja Salman.

Petak Umpet Ekspor Minyak Iran

Selain Rusia dan Saudi, meski tidak tercatat resmi, pemerintah China juga diketahui mengimpor jutaan barel minyak mentah dari Iran. Harga minyak Iran yang murah, sekitar 30% di bawah harga pasar, membuat China terus memborongnya. Padahal, negeri Persia tersebut masih terkena sanksi ekonomi, termasuk larangan mengekspor minyak, oleh AS.

Kantor berita Reuters, mengutip data Kpler8, mengabarkan bahwa China membeli 90% minyak mentah produksi Iran. Tahun lalu volumenya mencapai rata-rata 1,48 juta barel/hari. Badan Informasi Energi Amerika Serikat (Energy Information Administration, EIA) juga melaporkan bahwa pada 2024, China mendatangkan minyak dari Iran sekitar 11% dari total kebutuhan minyak mentah negara tersebut. Komoditas itu disalurkan ke beberapa pusat penyulingan minyak independen di China.

8. Kpler adalah perusahaan penyedia data, analisis, dan riset pasar yang fokus pada pasar energi dan pengapalan.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memang telah menegaskan akan menjatuhkan sanksi yang sangat keras kepada mereka yang ikut memfasilitasi ekspor minyak mentah dari Iran ke China. Namun, pengekspor minyak dari Iran sering lolos dari patroli Angkatan Laut AS di Teluk Persia.

Caranya, menurut seorang konsultan pengapalan kepada CNBC, seperti bermain petak umpet. Kapal tanker yang berangkat dari Iran mendaftarkan rute perjalanan palsu. Kemudian di tengah laut, biasanya di kawasan timur Teluk Persia atau di
Selat Malaka, muatan dipindahkan ke kapal lain yang tidak masuk daftar hitam AS. Setelah itu, tanker baru tersebut berlayar ke China. Setelah sampai, pembeli dari China melakukan pembayaran melalui bank-bank kecil agar transfernya sulit dilacak.

Oleh karena itulah, China jadi amat berkepentingan dengan rencana Iran menutup Selat Hormuz. Impor minyak mereka sebagian besar datang dari Saudi dan Iran. Akan tetapi, China tidak mau gegabah ikut campur dalam konflik Timur Tengah. Pemerintahan Xi Jinping lebih memilih untuk jadi ”global peacebroker”, alias penengah perdamaian dunia.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, dalam wawancara dengan Fox News, tegas menyatakan bahwa AS mendorong China untuk segera membujuk Iran agar tidak menutup Selat Hormuz. Penutupan selat itu, kata Rubio, lebih banyak merugikan China dan negara lain ketimbang AS.

Rubio tak asal ucap karena AS mengimpor sebagian besar minyak mentah (66,4%) dari Kanada dan Meksiko. Selain itu, seperti telah dipaparkan sebelumnya, AS adalah produsen minyak terbesar di dunia.

Bagaimana dengan Rusia? Tampaknya kali ini Vladimir Putin juga tidak mau terlibat terlalu dalam dengan konflik tersebut meski Iran adalah kawan lama Rusia. Konflik di Ukraina telah menyita banyak tenaga dan sumber daya negara tersebut. Sehingga, menurut Jonathan Roll, pengamat hubungan internasional dari Hoover Institution9, Rusia harus menghitung ulang investasi geostrategisnya dan menyusun prioritasnya dengan hati-hati.

9. Hoover Institution adalah lembaga think tank kebijakan publik dan pusat penelitian yang berlokasi di Universitas Stanford, AS.

Selain itu, kepentingan ekspor- impor minyak Rusia juga tidak terkait langsung dengan kondisi di Teluk Persia dan Selat Hormuz. Data UN Comtrade menunjukkan bahwa hingga 2021 minyak mentah Rusia terbanyak diekspor ke China, Belanda dan Jerman. Pada periode yang sama, minyak olahannya terbanyak dikirim ke Belanda, Amerika Serikat, dan Turki. 

Otoritas bea dan cukai Rusia, dikabarkan Reuters, memutuskan untuk tidak merilis data ekspor-impor sejak April 2022, atau dua bulan setelah invasi ke Ukraina dimulai, agar ”tidak terjadi kesalahan dan spekulasi”.

Related Articles

blog image

Bertopang pada PPh dan PPN

PPh dan PPN jadi penopang penerimaan negara secara keseluruhan. Duo pajak itu berkontribusi lebih dari 80% dari penerimaan perpajakan tiap tahunnya.

Selengkapnya
blog image

Beban Berat Perpajakan

Kinerja penerimaan perpajakan belum maksimal, cenderung menurun setelah tahun 2022. Bahkan di posisi terendah dibandingkan negara-negara ASEAN.

Selengkapnya
blog image

Jalan Berliku Memungut Pajak E-Commerce

Inisiatif pembayaran pajak penghasilan ini dapat memberikan kemudahan bagi penjual daring dalam memenuhi kewajiban pajaknya.

Selengkapnya