Research  By Editorial Desk

Beras Berlimpah, Harga Tetap Mahal

19 Agustus, 2025

Rantai pasok perdagangan beras yang terlalu panjang perlu dipangkas untuk mengurangi pemburu rente yang menyebabkan harga melambung.

Ilustrasi beras dan berlian - Next Indonesia center

Keterangan foto: Ilustrasi beras dan berlian.

DOWNLOADS


cover next review Aliran Laba Perdagangan Beras.jpeg

Aliran Laba Perdagangan Beras

Download

Ringkasan
• Stok beras nasional tertinggi dalam sejarah (>4 juta ton)
, namun harga eceran di pasar tetap melampaui HET di semua zona, bahkan ada yang nyaris 80% lebih tinggi.
• Produsen (penggilingan) menjadi pihak yang paling untung, dengan margin keuntungan tertinggi setelah memperhitungkan rendemen (17,08%), sedangkan pengecer mendapat margin terkecil (6,31%).
• Disparitas harga dari petani hingga konsumen mencapai 40,06%, menunjukkan rantai pasok yang panjang dan belum efisien sehingga beras sulit terjangkau masyarakat meski stok melimpah.

 

 

NEXT Indonesia Center - Situasi anomali tengah terjadi dalam komoditas pangan nasional. Stok cadangan beras pemerintah (CBP), seperti disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam Pidato Kenegaraan di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPR RI, Jakarta, Jumat (15/8/2025), mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia, yakni lebih dari 4 juta ton. Presiden juga menambahkan bahwa harga gabah stabil, sehingga para petani lebih sejahtera.

Stok yang besar tersebut seharusnya bisa membuat harga di tingkat konsumen menyamai harga eceran tertinggi (HET), seperti telah ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam Surat Keputusan (SK) Kepala Bapanas Nomor 2 Tahun 2025. Namun, situasi di lapangan menunjukkan hal yang berbeda.

Data Peta Status Harga Pangan Bapanas per Jumat (15/8/2025) pukul 13.00 WIB pada tabel di bawah ini menunjukkan bahwa harga beras medium1 di semua zona telah melebihi HET yang ditetapkan. Kelebihannya bahkan telah melewati 5%, batas atas pemerintah perlu intervensi pasar untuk menstabilkan harga.

1. Beras medium adalah beras dengan derajat sosoh minimal 95%, jumlah butir utuh minimal antara 75%-80%, jumlah butir patah (broken) maksimal 18%-22%, dan kandungan butir lainnya yang minimal.

Secara nasional, harga rata-rata beras medium mencapai Rp14.506/kg, sekitar 16,05% di atas HET nasional (Rp12.500/kg). Kalimantan Selatan (Zona 2), dengan harga eceran rata-rata Rp12.994/kg, menjadi satu-satunya daerah yang menjual beras medium di bawah HET zona Disparitas Harga Beras Medium (Jumat, 15/8/2025, 13.00 WIB) tersebut. Sementara harga jual eceran beras medium di Papua Tengah mencatatkan disparitas tertinggi, mencapai Rp24.289/kg, atau nyaris 80% di atas HET Zona 3.

Sementara pada waktu yang sama, disparitas harga beras premium2 tampak lebih baik bila dibandingkan beras medium. Meski demikian, harga eceran rata-rata di semua zona tetap lebih tinggi dibandingkan HET pada masing-masing zona tersebut, seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

2. Beras premium adalah beras yang memiliki kualitas terbaik menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk beras, ditandai dengan derajat sosoh yang tinggi (minimal 95%), jumlah butir utuh minimal 85%, jumlah butir patah (broken) maksimal 14,5%, dan kandungan butir lainnya yang minimal.

Harga rata-rata eceran beras premium secara nasional mencapai Rp16.263/kg, lebih tinggi 9,15% dari HET nasional (Rp14.900/kg). Harga eceran di bawah HET hanya terjadi di dua provinsi di Zona 1, yaitu Yogyakarta (Rp14.493/kg – 2,73% di bawah HET) dan Sumatera Selatan (Rp14.864/kg – 0,24% di bawah HET). Disparitas terbesar terjadi di Papua Tengah di mana harga rata-rata beras premium mencapai Rp26.412/kg, atau 67,16% lebih tinggi dari HET Zona 3.

Dalam pidato pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, Presiden Prabowo menempatkan ketahanan pangan pada posisi teratas dalam delapan agenda prioritas pemerintah. Sementara tujuh agenda prioritas lainnya adalah: ketahanan energi, makan bergizi gratis (MBG), pendidikan bermutu, kesehatan berkualitas yang adil dan merata, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, memperkuat pertahanan semesta, dan percepatan investasi dan perdagangan global.

Untuk mendukung ketahanan pangan, pemerintah menyiapkan dana Rp53,3 triliun yang disiapkan untuk membangun lumbung pangan dan cadangan pangan. Plus, tambahan Rp46,9 triliun untuk subsidi pupuk.

Selain itu, menurut Prabowo, Bulog sebagai penyangga stok pangan serta pelindung petani dan penjaga daya beli masyarakat, akan diperkuat dengan injeksi dana Rp22,7 triliun. Secara keseluruhan, pada tahun 2026, pemerintah mengalokasikan Rp164,4 triliun demi penguatan ketahanan pangan nasional.

Namun demikian, pemerintah perlu mengawasi masalah disparitas (kesenjangan) harga beras di tingkat produsen hingga konsumen akhir. Hal ini penting karena harga akan berpengaruh terhadap keterjangkauan beras oleh para konsumen, yang menjadi satu dari tiga aspek ketahanan pangan3.

3. Pemerintah Indonesia memiliki konsep ketahanan pangan yang diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Fokusnya ada pada tiga aspek utama, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan.

Swasembada pangan akan jadi sia-sia jika warga di negeri sendiri kesulitan untuk membelinya. Dalam publikasi kali ini NEXT Indonesia Center akan mengurai rantai pasokan dan distribusi beras nasional untuk mengetahui bagaimana perkembangan nilai komoditas tersebut sejak dari petani hingga eceran di pasar-pasar. Tujuannya untuk melihat rantai yang perlu dilakukan efisiensi, sehingga harga beras di tingkat eceran bisa lebih terjangkau oleh masyarakat.

Siapa Paling Untung dari Beras?

Petani bekerja di sawah untuk menghasilkan gabah, yang kemudian bisa dijual dalam bentuk gabah kering panen (GKP)4 atau gabah kering giling (GKG)5. Gabah tersebut diolah oleh produsen menjadi beras, yang bisa jadi berkualitas medium atau premium.

4. Gabah yang baru saja dipanen dari sawah dan belum melaluiproses pengeringan, dengan kadar air maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10%.
5. Gabah curah yang telah mengalami proses pengeringan dan siap digiling, dengan kadar air maksimum 14% dan kadar hampa/ kotoran 3%.

Dalam proses penggilingan atau pengolahan gabah menjadi beras, rendemennya atau hasil yang diperoleh dari proses produksi, biasanya sekitar 60%-65%6. Situasi yang memengaruhi hasil dari proses produksi itu, antara lain kondisi alam, varietas yang ditanam, serta cara panen dan penanganan pascapanen. Untuk publikasi ini NEXT Indonesia menggunakan nilai rendemen 65%. Jadi, dari 100 kilogram (kg) gabah yang dibeli dari petani, produsen (penggilingan) akan menghasilkan 65 kg beras.

6. “Kajian Rendemen dan Rantai Pasok Komoditas Beras” (2018) - Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian dengan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Selanjutnya, beras tersebut dibeli oleh pedagang grosir yang selanjutnya menjual kepada para pedagang eceran. Akhirnya, beras tersebut sampai ke konsumen. Dari rangkaian proses itu, terbentuklah rantai pasok dan distribusi yang terbilang panjang.

Setiap rantai pasok, tentu saja, tidak akan mau rugi. Dari situ, tercipta yang disebut dengan marjin perdagangan dan pengangkutan (MPP), yaitu keuntungan yang didapatkan pedagang dari penjualan suatu barang, termasuk biaya yang mereka keluarkan untuk mengangkut barang tersebut.

NEXT Indonesia coba menghitung perkembangan harga beras premium pada Juli 2025, mulai dari petani hingga ke konsumen. Harga setiap rantai pasok diperoleh dengan memadukan data Bapanas, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PHIPS) Nasional. Hasilnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

Dari tabel tersebut tampak bahwa harga beras yang harus dibayar konsumen telah naik jauh dibandingkan harga gabah kering giling (GKG) atau saat produsen beli dari petani. Sekilas tampak harga beras di pasar telah naik 115,5% dari harga GKG. Selain itu, data harga di atas memperlihatkan produsen (penggilingan) adalah pengambil laba terbesar dalam rantai pasok dan distribusi beras.

Akan tetapi, seperti telah disebutkan sebelumnya, ada rendemen yang harus ditanggung oleh produsen. Dengan nilai rendemen mencapai 65%, berarti produsen hanya menghasilkan 0,65 kg beras dari 1 kg gabah. Jadi, untuk mendapatkan 1 kg beras, produsen perlu menggiling 1,538 kg gabah. Oleh karena itu, dengan harga GKG Rp7.968/kg, berarti produsen perlu mengeluarkan modal Rp12.258 untuk menghasilkan 1 kg beras.

Setelah nilai rendemen dihitung, keuntungan yang didapat oleh produsen mencapai 17,08% dari modal pembelian GKG. Tidak sebesar perkiraan awal, tetapi masih yang paling tinggi bila dibandingkan rantai pasok lain (lihat tabel di bawah ini).

Pengecer adalah pengambil keuntungan paling kecil (6,31%) bila dibandingkan produsen dan pedagang grosir. Sementara disparitas harga dari petani hingga konsumen, setelah memasukkan rendemen dalam perhitungan, mencapai 40,06%.

Related Articles

blog image

Pangkal Semarak Beras Oplosan

212 merek beras premium dan medium terbukti oplosan dengan 59% beras patah. Praktik curang ini merugikan konsumen Rp99,3 triliun.

Selengkapnya
blog image

Triliunan Subsidi Energi Salah Sasaran

Subsidi energi lebih banyak dinikmati kelas menengah-atas, bukan warga miskin. Penyimpangan triliunan rupiah ini perlu segera dievaluasi pemerintah.

Selengkapnya
blog image

Sebagian Besar BBM Bersubsidi Salah Sasaran

BPS 2024 ungkap subsidi BBM Pertalite dan LPG 3 kg lebih banyak dinikmati kelompok mampu, memicu desakan evaluasi kebijakan energi agar tepat sasaran.

Selengkapnya