Serba Singapura Aliran Minyak Indonesia
05 Oktober, 2025
Ekspor-impor minyak Indonesia 2015–2024 terpantau rawan manipulasi faktur. Potensi dana gelap tercatat hingga miliaran dolar AS.

Keterangan foto: Ilustrasi tangki minyak di kapal tangker.
Ringkasan
• Peta Ekspor-Impor Minyak Indonesia
Ekspor utama minyak mentah Indonesia ditujukan ke Thailand dan Jepang, sementara minyak olahan banyak diekspor ke Singapura. Untuk impor, minyak mentah banyak didatangkan dari Arab Saudi, sedangkan minyak olahan terutama dari Singapura.
• Ketergantungan pada Singapura
Singapura menjadi pusat perdagangan utama, sekaligus pemasok terbesar minyak olahan Indonesia. Kondisi ini dikritik Menkeu Purbaya karena Pertamina tak membangun kilang baru.
• Potensi Trade Misinvoicing
Ditemukan indikasi under-invoicing ekspor minyak olahan ke Singapura (2015–2021) senilai US$3,8 miliar dan over-invoicing impor minyak mentah dari Arab Saudi serta Malaysia, dengan potensi aliran dana gelap hingga puluhan miliar dolar AS.
MOST POPULAR
NEXT Indonesia Center - Sekarang, mari cermati siapa saja mitra perdagangan minyak bumi Indonesia. NEXT Indonesia Center menggunakan data dari TradeMap1 periode 2015-2024 untuk melihat dari negara mana saja Indonesia mengimpor minyak, serta ke mana saja minyak produksi dalam negeri diekspor.
1. Platform online gratis yang menyediakan data statistik perdagangan internasional dari International Trade Centre (ITC) yang dikembangkan oleh UNCTAD dan WTO.
Ada dua jenis komoditas minyak bumi yang masuk dalam pembahasan ini, yaitu komoditas berkode Harmonized System2 (HS) 2709 yang merupakan minyak mentah dan HS 2710 yaitu minyak selain mentah, alias minyak olahan. Selama 10 tahun, yakni 2015-2024, Indonesia tercatat lebih banyak mengekspor minyak mentah (HS 2709). Volumenya mencapai total 78,8 juta ton. Sementara ekspor minyak olahan tercatat 27,4 juta ton.
2. Sistem klasifikasi barang yang digunakan secara internasional untuk menamai dan mengklasifikasikan produk dalam perdagangan global, mempermudah penentuan tarif bea masuk, serta untuk tujuan statistik, pengawasan komoditi, dan penerapan kebijakan impor/ekspor lainnya.
Thailand menjadi negara tujuan utama ekspor minyak mentah Indonesia dengan total volume 20,7 juta ton, atau 26,21% dari total ekspor minyak mentah Indonesia pada periode 2015-2024. Jepang ada di tempat kedua, disusul Singapura, Tiongkok dan Australia.
Sementara untuk minyak olahan (HS2710), Singapura adalah pengepul utama kiriman asal Indonesia. Volumenya selama 10 tahun tercatat 9,5 juta ton atau 34,69% dari total ekspor minyak olahan Indonesia.
Tetangga lainnya, Malaysia, menyusul di posisi kedua dengan 8,74 juta ton. Korea Selatan, Tiongkok, dan Bangladesh melengkapi daftar lima negara tujuan utama ekspor minyak olahan Indonesia.
Beralih ke impor. Arab Saudi menjadi negara pemasok terbesar untuk minyak mentah (HS2709) Indonesia sepanjang periode 2015-2024. Total impor dari negara tersebut dalam 10 tahun itu mencapai 43,5 juta ton atau 27,25% dari total impor minyak mentah Indonesia yang mencapai 159,5 juta ton.
Kemudian Nigeria, Malaysia, Australia, dan Angola melengkapi daftar lima besar negara asal utama impor minyak mentah Indonesia.
Minyak olahan impor Indonesia terbanyak didatangkan dari Singapura. Lebih dari 132 juta ton atau sekitar 55,05% dalam satu dekade terakhir, minyak olahan yang diimpor Indonesia datang dari negara tetangga ini.
Volume impor minyak olahan terbesar kedua datang dari Malaysia, diikuti Korea Selatan, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Total volume impor komoditas HS 2710 Indonesia mencapai240,26 juta ton sepanjang periode 2015-2024.
Menarik untuk diperhatikan bahwa ekspor-impor minyak bumi Indonesia, baik mentah maupun olahan, terkait erat dengan Singapura. Nama negara ini masuk dalam lima besar tujuan ekspor minyak mentah dan olahan, bahkan menjadi sumber utama impor minyak olahan bagi Indonesia.
Singapura adalah negara kota (city-state) di Asia Tenggara dengan wilayah yang sempit. Namun, negara itu memiliki fasilitas pengolahanminyak mentah yang besar—berkapasitas 1,5 juta barel per hari— dan merupakan salah satu dari tiga besar pusat perdagangan minyak dunia, setelah Rotterdam di Belanda dan Houston di Texas, Amerika Serikat.
Ketergantungan yang besar terhadap impor minyak olahan (BBM) dari Singapura ini dibahas oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (30/9). Dia menyindir hal itu terjadi karena PT Pertamina (Persero) terlalu malas untuk memproduksi dan memperbaiki alat-alat produksi, seperti kilang.
“Sudah berapa tahun kita mengalami hal tersebut (impor minyak), sudah puluhan tahun kan? Kita pernah bangun kilang baru gak? Gak pernah... Kita rugi besar karena kita impor dari Singapura, produk-produk minyaknya,” kata Purbaya, dikutip CNN Indonesia.
Menkeu juga meminta Komisi XI DPR untuk mengawasi Pertamina yang menurutnya pada tahun 2018 pernah berjanji untuk membangun tujuh kilang baru, tetapi belum tampak wujudnya hingga sekarang.
Akal-akalan di Perdagangan Minyak
Pada bagian terakhir publikasi ini, mari cermati potensi aliran dana gelap (illicit financial flow) dalam perdagangan minyak bumi antara Indonesia dengan negara-negara mitra. Aliran dana gelap ini bisa terjadi melalui trade misinvoicing, alias manipulasi faktur perdagangan.
Manipulasi faktur perdagangan tersebut dapat terjadi dalam empatcara: under-invoicing dan over-invoicing ekspor, serta under-invoicing dan over-invoicing impor.
Under-invoicing ekspor berarti catatan nilai ekspor di negara asal barang lebih kecil daripada catatan impor barang tersebut di negara tujuan. Sedangkan under-invoicing impor menunjukkan catatan nilai impor di negara tujuan lebih kecil daripada nilai ekspor yang dicatat negara asal.
Over-invoicing ekspor bermakna catatan nilai ekspor di negara asal lebih besar ketimbang catatan nilai impor komoditas yang sama di negara tujuan. Sementara over-invoicing impor menunjukkan catatan nilai impor di negara tujuan lebih besar ketimbang catatan nilai ekspor di negara asal.
Hitungan dana gelap dari perdagangan internasional ini menggunakan rumus yang dikembangkan Global Financial Integrity (GFI), sebuah think tank berbasis di Washington DC yang fokus pada aliran dana gelap, korupsi, perdagangan gelap, dan pencucian uang. Lembaga ini, pada intinya mencatat selisih yang tercipta dariunder-invoiceing maupun over-invoicing.
Sedikit perbedaan dalam pencatatan mungkin bisa dimaklumi, karena nilai impor bisa jadi lebih tinggi dari ekspor lantaran statistik ekspor sering dicatat berdasarkan nilai FOB (Free On Board), yakni harga di pelabuhan ekspor tanpa ongkos kirim, asuransi, atau biaya setelah barang di atas kapal. Sementara statistik impor biasanya dicatat berdasarkan CIF (Cost, Insurance, Freight), yaitu biaya barang + ongkos kirim + asuransi. Jadi meskipun berat barang yang sama, nilai impor bisa jauh lebih besar karena ditambah ongkos dan asuransi internasional.
Menurut GFI, nilai tambahan yang muncul pada proses ekspor-impor berkisar antara 10-20% dari harga komoditas yang diperdagangkan. Lebih dari itu, ada kemungkinan besar telah terjadi trade misinvoicing.
Merujuk data TradeMap periode 2015-2024, NEXT Indonesia Center tidak menemukan adanya transaksi mencurigakan dalam ekspor minyak mentah (HS 2709) Indonesia ke tiga negara mitra utama (Thailand, Jepang, Singapura) sepanjang periode 2015-2024. Namun, berbeda cerita dengan ekspor minyak olahan (HS 2710).
Terlihat, ada potensi transaksi mencurigakan pada ekspor minyak olahan produksi Indonesia ke Singapura pada tahun 2015 hingga 2021. Tampak pada tabel di bawah ini, catatan impor minyak olahan Singapura dari Indonesia selalu lebih besar dibandingkan catatan ekspor komoditas tersebut di Indonesia. Artinya, ada potensi telah terjadi under-invoicing ekspor pada periode waktu tersebut.
Under-invoicing ekspor mengindikasikan adanya upaya menahan dana di luar negeri (capital flight), menghindari pajak penghasilan, atau menghindari pajak ekspor. Nilai under-invoicing terbesar dalam ekspor minyak olahan ke Singapura ini terjadi pada tahun 2015 dengan nilai US$979,1 juta. Total potensi under-invoicing ekspor HS 2710 ke Singapura pada 2015-2021 mencapai US$3,8 miliar.
Hal yang mencurigakan juga terlihat dalam catatan impor minyak mentah (HS 2709) Indonesia dari Arab Saudi. Pihak berwenang Indonesia konsisten mencatat masuknya minyak mentah impor dari Arab Saudi sepanjang 2015-2024, sementara pihak Saudi sama sekali tidak mencatat adanya ekspor minyak mentah ke Indonesia pada periode yang sama.
Memang ada kemungkinan otoritas Saudi yang tidak membuka data ekspor minyak mentahnya kepada TradeMap, sehingga tidak terjadi misinvoicing. Meski demikian, hal ini perlu menjadi catatan khusus, terlebih karena nilai total potensi over-invoicing impor HS 2709 ini mencapai US$40,9 miliar. Over-invoicing impor bisa menjadi peringatan akan kemungkinan kaburnya dana haram dari Indonesia.
Over-invoicing juga terlihat sempat terjadi dalam pada periode 2015-2021 dalam impor minyak mentah dari Malaysia. Selama periode 2015-2024 , Indonesia mencatat total impor minyak mentah dari Malaysia senilai US$5,3 miliar, sementara pada catatan ekspor Malaysia hanya tertera US$1,9 miliar. Jadi selama periode tersebut ada sekitar US$2,4 miliar dana yang keluar dari Indonesia tanpa ketahuan rimbanya.
Sementara, perdagangan minyak mentah dengan Nigeria tampak berjalan normal. Tidak ada keanehan pada catatan impor Indonesia dan ekspor dari negara Afrika tersebut.
NEXT Indonesia Center juga tidak menemukan adanya trade misinvoicing dalam impor minyak olahan selama periode 2015-2024. Catatan impor Indonesia selaras dengan catatan ekspor negara tiga negara mitra utama, yaitu Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan.