Insight  By Editorial Desk

Akrobat Menumpuk Kekayaan: Sulitnya Menangkal Korupsi

27 April, 2025

Nilai transaksi kasus korupsi sepanjang 2024 bisa setara 10 kali lipat dari APBD DKI Jakarta, provinsi paling gemuk di Indonesia.

Ilustrasi suap korupsi - Next Indonesia.jpg

Keterangan foto: Ilustrasi suap korupsi

DOWNLOADS


Cover Next Brief_Akrobat Menumpuk Kekayaan.jpeg

Akrobat Menumpuk Kekayaan

Download

NEXT Indonesia - Korupsi terus menjadi tindak pidana yang marak terjadi di Indonesia dengan tingkat peredaran uang dan kerugian mencengangkan yang diakibatkannya. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam siaran pers (17/4/2025) mengungkapkan bahwa sepanjang Januari hingga Desember 2024, nominal transaksi terkait dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) mencapai Rp984 triliun. 

Angka tersebut mencapai 67,4% dari total nominal transaksi yang diidentifikasi sebagai transaksi dugaan tindak pidana yang mencapai Rp1.459 triliun. Sementara transaksi yang diduga tindak pidana di bidang perpajakan mencapai Rp301 triliun, perjudian Rp68 triliun, dan narkotika Rp9,75 triliun. 

Transaksi yang diduga terkait korupsi tersebut jelas sangat besar. Jumlahnya lebih dari 10 kali lipat proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2025 yang disepakati sebesar Rp91,3 triliun. Bahkan, total anggaran dari lima provinsi dengan proyeksi APBD terbesar 2025 (Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur) “hanya” mencapai Rp190,2 triliun.

390 Berita Korupsi per Hari

Sejak awal tahun 2025 ini pun berita soal korupsi sudah mendominasi media massa. Hasil penelusuran tim NEXT Indonesia pada 36 media massa nasional, ada 44.829 berita terkait korupsi yang terbit sepanjang periode 1 Januari–24 April 2025. Berarti, setiap harinya rata-rata ada lebih dari 390 berita soal korupsi yang terbit di media cetak, televisi, dan online

Sebagian besar berita tersebut terkait dengan 28 kasus korupsi besar yang tengah bergulir – baik baru terungkap, masih diselidiki, dalam persidangan, maupun yang sudah mencapai vonis. 

Ada beberapa kasus yang menjadi sorotan masyarakat sejak awal tahun 2025, seperti: 

1. Tata Kelola Minyak Mentah 

Kasus ini mendapat perhatian besar dari khalayak ramai ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkannya pada 24 Februari 2025. Penyebabnya adalah keterkaitannya dengan harga dan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM). 

Selain fantastisnya angka potensi kerugian negara –menurut Kejagung mencapai Rp193,7 triliun–, dugaan keterlibatan para pejabat tinggi anak perusahaan PT Pertamina (Persero), juga munculnya isu terjadinya pengoplosan BBM yang dijual. 

Kejagung menjelaskan, para tersangka membeli BBM beroktan rendah (RON 90) seharga RON 92. BBM oktan rendah itu lantas dioplos dan kemudian dijual sebagai BBM RON 92. 

Proses pemeriksaan telah dilakukan dan Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan orang tersangka, termasuk enam petinggi Pertamina. 

2. Korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 

Kasus dugaan korupsi Rp11,7 triliun ini telah bergulir sejak Maret tahun lalu ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan dugaan korupsi yang melibatkan LPEI dengan 11 debiturnya kepada Kejaksaan Agung. 

Ternyata, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tengah mengusut kasus yang sama, bahkan telah menetapkan tujuh tersangka. Akhirnya Kejagung melimpahkan kasusnya kepada KPK agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. 

Direktur LPEI dan debitur PT Petro Energy diduga membuat kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit. Petro Energy diduga memalsukan dokumen purchase order dan involve yang menjadi underlying atas pencairan fasilitas yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. 

Pada Maret 2025, KPK menetapkan lima tersangka baru, termasuk Dwi Wahyudi (Direktur Pelaksana I LPEI) dan Arif Setiawan (Direktur Pelaksana IV LPEI). 

Menariknya, Kepolisian RI (Polri) juga tengah menyidik kasus korupsi di LPEI. Baik KPK maupun Polri menyatakan tidak terjadi bentrokan penyidikan lantaran debitur yang diperiksa tidak sama. KPK menyelidiki 11 debitur, termasuk Petro Energy, sementara Polri menyelidiki pembiayaan kepada PT Duta Sarana Teknologi (DST) dan PT Maxima Inti Finance (MIF). 

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada media menyatakan bahwa tidak ada rencana pelimpahan perkara yang sedang ditangani itu ke KPK. Masing-masing akan jalan sendiri untuk menyelesaikan pengusutan kasus tersebut.

3. Korupsi Perlengkapan Rumah Jabatan DPR 

Dugaan korupsi dalam pengadaan perlengkapan untuk 525 rumah dinas para wakil rakyat ini sebenarnya mulai merebak pada Maret 2024. Saat itu, KPK menyebutkan ada dua orang yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, tetapi identitas mereka baru bakal diungkap setelah resmi menjadi tersangka. 

Kasus ini kembali menarik perhatian masyarakat ketika pada 7 Maret 2025, KPK akhirnya mengumumkan salah satu tersangka kasus tersebut adalah Sekretaris Jenderal DPR-RI Indra Iskandar. Selain Indra, ada enam tersangka lain yang identitasnya belum diungkapkan KPK. 

KPK juga belum memaparkan jumlah dana yang terlibat dalam kasus tersebut, hanya menyatakan “puluhan miliar rupiah”. 

Indra Iskandar sempat menjadi perhatian masyarakat ketika pada tahun 2022 terungkap ada proyek bernilai Rp48,7 miliar untuk pengadaan gorden rumah anggota DPR. Proyek tersebut akhirnya dibatalkan.

4. Pengadaan Iklan Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2021-2023

Sosok Ridwan Kamil –mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) yang kemudian kalah bersaing dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta– membuat kasus ini menarik banyak perhatian, bahkan dari warga di luar Jabar. 

KPK, pada 10 Maret 2025, memaparkan adanya kasus dugaan korupsi sebesar Rp222 miliar dalam pengadaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) dengan anggaran Rp409 miliar. Badan antirasuah itu juga mengumumkan telah menetapkan lima orang tersangka, termasuk Yuddy Renaldi, Direktur Utama BJB saat itu.

 Nama Ridwan Kamil terseret dalam pembicaraan soal kasus tersebut karena dia adalah komisaris BJB saat itu. Rumah Ridwan di Bandung telah digeledah KPK, bahkan beberapa barang diangkut dari sana, termasuk sebuah motor merek Royal Enfield. Namun KPK belum menetapkan status hukum sang politikus Golkar tersebut dalam kasus ini.

5. Suap Dana Hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Kasus korupsi dana hibah ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) periode 2019-2024, Sahat Tua P. Simandjuntak pada akhir 2022. Sahat dinyatakan menerima suap Rp5 miliar untuk pengurusan dana hibah tahun anggaran 20212022 dan divonis 9 tahun penjara pada 2023. Sahat juga didenda Rp1 miliar dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp39,5 miliar. 

Penyidikan KPK tidak berhenti di situ. Pada 12 Juli 2024 mereka menetapkan 21 tersangka baru terkait kasus tersebut. Beberapa di antara mereka adalah politikus ternama, termasuk Kusnadi, Ketua DPRD Jatim 2020-2024. 

Pada 15 April 2025, kasus ini mencapai titik baru ketika KPK menggeledah rumah La Nyalla Mattalitti, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Jatim. KPK menyatakan tengah menyelidiki kemungkinan keterlibatan La Nyalla dalam kasus tersebut saat ia masih menjabat sebagai pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jatim. 

Pada 23 April 2025 KPK menjelaskan bahwa rumah La Nyalla digeledah karena ada dana hibah yang mengalir ke rekening KONI Jatim. KPK juga menjelaskan modus operandi suap tersebut adalah dengan memotong 20 persen dari mereka yang mendapatkan proyek dana hibah. Anggaran proyek mereka batasi hingga Rp200 juta untuk menghindari lelang. 

Total dana hibah Pemprov Jatim yang dialokasikan untuk seluruh anggota DPRD pada periode 2021-2022 adalah Rp8 triliun. 

Berikut ini sejumlah kasus korupsi yang mendapat perhatian media massa pada periode 1 Januari hingga 24 April 2025:

Keserakahan Turun-Temurun

Melihat daftar di atas saja, yang hanya menampilkan sejumlah kecil kasus korupsi di Tanah Air, sudah bisa dibayangkan berapa triliun rupiah uang yang ditilep para koruptor maupun “calon” koruptor alias yang masih dalam proses pemeriksaan tersebut. Padahal, banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk memeratakan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat bila saja dana sebesar itu tak digerogoti penyamun. 

Daftar para tersangka dan terdakwa juga bisa mengangkat alis para pembaca. Banyak nama yang sepertinya sudah hidup berkecukupan tanpa perlu mengambil harta yang bukan hak mereka. 

“Korupsi terjadi bukan karena faktor ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan karena adanya ruang keserakahan yang sudah turuntemurun dibiasakan,” tulis Insan Faisal Ibrahim dalam opini bertajuk “Korupsi yang Membumi” yang diterbitkan Bandung Bergerak (24/4/2025). Sepertinya guru madrasah di Garut ini benar.

Related Articles

blog image

Saling Silang Data Pekerja Migran

Perkembangan nominal remitansi mengisyaratkan bahwa sebagian besar pekerja migran berhasil mencapai tingkat ekonomi yang lebih baik.

Selengkapnya
blog image

Sumbangan Besar Pekerja Migran

Sepanjang 2024, sekitar 3,9 juta pekerja migran Indonesia mengirimkan dana ke kampung halaman sebesar Rp249 triliun.

Selengkapnya
blog image

Karakteristik Pekerja Komuter di Indonesia

Mayoritas pekerja komuter di Indonesia adalah laki-laki, bekerja di sektor formal dan berpendidikan tinggi.

Selengkapnya