Sim Salabim Koperasi Merah Putih
30 Mei, 2025
Puluhan ribu koperasi Merah Putih segera meluncur di saat sudah tersedia lebih dari 51 ribu koperasi.

Keterangan foto: Ilustrasi koperasi merah putih
NEXT Indonesia - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum tengah sibuk belakangan ini. Hingga 20 Mei 2025, menurut Dirjen AHU Widodo, sudah lebih dari 17 ribu pengajuan nama untuk Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di berbagai daerah masuk ke sistem digital kantornya.
MOST POPULAR
Widodo memastikan proses pengajuan tersebut akan berjalan lancar karena layanan digital Ditjen AHU mampu memproses seribu dokumen legislasi badan hukum koperasi setiap satu jam. Layanan digital tersebut beroperasi 24 jam sehingga bisa memproses 24 ribu dokumen legislasi koperasi dalam satu hari.
Datangnya pengajuan nama koperasi berbondong-bondong itu berawal dari rapat terbatas (ratas) Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, pada 3 Maret 2025. Dalam ratas tersebut Presiden Prabowo Subianto mendadak memutuskan untuk mendirikan 70-80 ribu koperasi desa (kopdes) Merah Putih di seluruh Indonesia.
Tujuan pendiriannya, menurut pemerintah, untuk memperkuat ekonomi desa, mewujudkan swasembada pangan, pemerataan ekonomi, serta memutus mata rantai distribusi barang yang selama ini merugikan produsen dan konsumen.
Sebelumnya, kopdes Merah Putih akan diluncurkan oleh Presiden Prabowo pada perayaan Hari Koperasi 12 Juli 2025. Rencana tersebut diundur menjadi 28 Oktober 2025, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda.
Kalau sekadar pembentukan koperasi, mungkin tak bakal banyak yang melirik. Ribuan koperasi telah berdiri di berbagai daerah hingga saat ini, tetapi hanya sedikit yang sukses menjalankan usahanya.
Sepertinya penjelasan lanjutan dari Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan yang membuat perangkat pemerintah dan warga desa bergegas membentuk kopdes Merah Putih. Zulkifli, yang ditunjuk Prabowo menjadi Ketua Satuan Tugas Koperasi Desa Merah Putih, mengumumkan bahwa selain dana desa Rp1 miliar, masing-masing Kopdes akan mendapatkan bantuan pinjaman dana Rp3-5 miliar dari pemerintah.
Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), menurut Zulkifli, akan menyiapkan pendanaan melalui skema cicilan selama 3-5 tahun guna memastikan koperasi dapat beroperasi secara optimal sejak awal. Total dana yang dibutuhkan mencapai sekitar Rp400 triliun.
Kemudian pada 27 Maret 2025, Presiden Prabowo meneken Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Melalui inpres tersebut, presiden menugaskan semua perangkat pemerintahan yang terkait di seluruh Indonesia untuk membantu percepatan proses pembentukan 80 ribu kopdes Merah Putih. Sebagai catatan, pada tahun 2024 sudah ada 84.276 desa di Indonesia.
Keputusan presiden yang mendadak dan langsung menggerakkan mesin pemerintahan secara besar-besaran ini, tentu saja memunculkan tanda tanya. Bukan apa-apa, desa-desa di Indonesia sudah memiliki berbagai lembaga ekonomi, seperti BUMDes, Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), serta kelompok tani dan nelayan.
Apakah pembuatan entitas baru koperasi itu sebuah keharusan? Mengapa tidak memberdayakan ribuan lembaga ekonomi yang sudah ada di desa-desa?
Pada publikasi riset kali ini, NEXT Indonesia mencoba menelisik perkembangan koperasi di Indonesia serta potensi dampak dari berdirinya Koperasi Desa Merah Putih.
Lahir dan Runtuhnya KUD
Sejarah mencatat, koperasi telah hadir di Indonesia sejak era kolonial Belanda ketika Patih Banyumas, Raden Aria Wiriaatmadja, mendirikan De Poerwokertosche Hulpen Spaarbank der Indlandsche Hoofden pada 16 Desember 1895.
Raden Aria mendirikan koperasi tersebut untuk membantu pegawai, petani, dan pedagang kecil dari jeratan rentenir. Koperasi ini juga yang jadi cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Pemerintah secara resmi melembagakan koperasi sejak Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1973 yang menempatkan Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai satu-satunya koperasi di tingkat desa. KUD diberikan bantuan subsidi dan infrastruktur oleh pemerintah untuk menjalankan tugas menyalurkan benih dan pupuk, serta mengelola hasil pertanian.
Buruknya tata kelola, penyalahgunaan anggaran, kurangnya sumber daya manusia yang kompeten, dan minimnya partisipasi anggota membuat banyak KUD tak berumur panjang.
Lalu, Orde Baru runtuh dan pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 18 Tahun 1998 tentang Prosedur Pengusulan, Penetapan dan Evaluasi Organisasi Pemerintahan. Melalui inpres tersebut, pemerintah mendorong koperasi agar lebih mandiri alias tidak lagi bertopang pada subsidi pemerintah.
Dominasi Koperasi Simpan Pinjam
Selain Koperasi Unit Desa (KUD), ada tiga jenis lain koperasi di Indonesia yang usahanya mengacu pada kebutuhan ekonomi anggotanya, yaitu:
• Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan Rakyat (Koprinka): Jenis koperasi produsen yang beranggota para pelaku usaha di sektor industri kecil dan kerajinan rakyat.
• Koperasi Simpan Pinjam (KSP): Koperasi yang melaksanakan kegiatan usahanya hanya di bidang usaha simpan pinjam. Koperasi ini berfungsi sebagai lembaga keuangan non-bank.
• Koperasi lainnya: Mengacu pada jenis-jenis koperasi di luar KSP yang memiliki fokus usaha pada bidang tertentu, seperti koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi pemasaran, koperasi jasa, dan koperasi serba usaha.
Data Statistik Potensi Desa yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tiga tahun, menunjukkan jumlah total koperasi yang masih menjalankan usahanya pada 2024 telah berkurang 4.438 unit, atau sekitar 8%, bila dibandingkan tahun 2021. Pada periode tersebut hanya Kopinkra yang tumbuh positif dengan pertambahan 247 unit menjadi 2.510 unit.
Sementara jenis koperasi lain mengalami penurunan. Jumlah KUD berkurang 113 unit, sebanyak 2.640 KSP tutup, dan 1.942 koperasi lainnya menyudahi operasi mereka. Hanya Kopinkra yang jumlahnya bertambah menjadi 2.510 unit pada 2024.
Meski jumlahnya berkurang, KSP tetap mendominasi lanskap koperasi di Indonesia. Kemudahan akses pinjaman dana yang diberikan, membuat badan usaha ini tetap populer dan berperan penting dalam perekonomian masyarakat.
Selain itu, walau secara jumlah berkurang, ketersebaran KSP malah meluas. Pada tahun 2021 KSP berdiri di 15.972 desa, sementara pada tahun 2024 menyebar hingga 16.080 desa. Sebenarnya sejumlah KUD juga membuka layanan simpan pinjam, tetapi reputasi yang telanjur buruk dan keterbatasan modal membuat warga lebih memilih datang ke KSP.
Melihat jumlah total koperasi yang ada tersebut memang masih banyak ruang untuk mengembangkannya. Saat ini, jumlah desa di Indonesia mencapai 84.276 dengan total koperasi 51.505 unit. Artinya, koperasi baru beroperasi di sekitar 61% desa yang ada.
Hingga tahun 2024, KSP, jenis koperasi yang paling populer, baru hadir di 19,1% desa. Sementara jumlah KUD yang aktif terus berkurang dan kini hanya 4.369 desa yang masih memiliki KUD, atau 5,5% dari total desa. Kopinkra lebih sedikit lagi, hanya beroperasi di 1,3% desa yang ada.
Tampaknya kondisi kembang-kempis koperasi tersebut yang mendorong ambisi Presiden Prabowo untuk mendirikan 80 ribu kopdes Merah Putih.
Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTESN) menunjukkan, hampir 40% masyarakat miskin bekerja sebagai buruh tani dan mayoritas
tinggal di perdesaan. Karena itu, koperasi berpotensi menggerakkan perekonomian di 95% desa yang ada di Indonesia.